Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Mengapa Jokowi?

| Friday 20 June 2014 |

Ini sebenarnya posting blog yang ndak terlalu penting. Saya terlalu terbawa arus blogger-blogger lain yang berani menuliskan alasan-alasan mengapa memilih salah satu dari calon presiden. Dan untuk hal ini, rasa-rasanya saya tak ingin ketinggalan.

Bagi pembaca blog ini maupun follower twitter dan kawan-kawan facebook saya, mungkin ada beberapa yang sudah tahu ke mana arah dukungan saya di pemilihan Capres-Cawapres tahun ini. Ya, Saya memang menjatuhkan pilihan untuk lebih mendukung Jokowi sebagai Presiden.

Beberapa kawan sempat menanyakan apa alasan saya mendukung Jokowi.

Perlu digarisbawahi, saya tidak mendukung Jokowi, melainkan lebih mendukung Jokowi. Tolong bedakan. Saya mendukung Jokowi maupun Prabowo, karena bagaimanapun, saya yakin, baik Jokowi maupun Prabowo sama-sama punya visi yang baik untuk memajukan Indonesia. Namun karena saya harus memilih salah satu, saya memutuskan untuk lebih mendukung Jokowi.

Jokowi di Sawah

Kalau saya pribadi sih, sebenarnya lebih sreg kalo yang jadi Presiden itu Ahok dan wakilnya Ibu Risma. Sayangnya, keduanya ndak dicalonkan sama partai masing-masing.

Pemilihan presiden kali ini sejatinya mudah, karena kandidat yang bertarung hanya dua, sehingga secara teori gampangan, akan mudah bagi pemilih untuk menentukan pilihan.

Namun nyatanya, jumlah kandidat yang hanya mak cuplik ini ternyata justru membuat banyak orang kebingungan. Keduanya punya prestasi yang tak bisa dipandang sebelah mata. Pun keduanya juga punya seabrek cela.

Bagi pendukung Jokowi, tentu sangat mudah untuk mencari cela dari seorang Prabowo, pun begitu sebaliknya, bagi pendukung Prabowo, sangat mudah untuk mencari cela seorang Jokowi. Kalau kandidat jagoannya punya prestasi disebutnya kebanggaan, tapi kalau calon lawan yang punya prestasi, disebutnya pencitraan. Ini mungkin sudah menjadi hukum alam dalam pemilu.

Saya bukan Pakdhe Blontank, blogger yang sudah bertahun-tahun mengenal dengan baik bagaimana sosok seorang Jokowi. Bukan pula Hazmi Srondol, blogger yang sudah berkali-kali ketemu langsung dan berdiskusi dengan Prabowo. Saya hanya blogger tanggung yang kurang piknik dan sama sekali belum pernah berdiskusi, mengenal, bahkan menatap wajah Prabowo atau Jokowi secara langsung. Maka, dengan posisi yang sedemikian buta tersebut, saya jelas hanya bisa melihat profil, kiprah, sepak terjang, prestasi, bahkan blunder keduanya melalui media, serta dari pandangan tokoh-tokoh yang saya anggap kompeten dan mumpuni. Di luar itu, saya hanya mengandalkan intuisi.

Memang berat untuk menentukan salah satu diantara dua macan Indonesia ini. Namun pada akhirnya memang saya lebih memilih Jokowi.

Saya kagum dengan sosok Jokowi yang begitu santun dan sederhana. Walaupun beliau agak plegak-pleguk kalau bicara, namun menurut saya, beliau cerdas dan Banyak akal dalam menyelesaikan berbagai solusi pemerintahan yang dia pimpin.

Di Surakarta, Jokowi berhasil membangun kota bengawan tersebut menjadi salah satu kota termaju di Indonesia. Tata kotanya begitu teratur, rapi, dan bersih. Kegiatan ekonomi makin meningkat. Geliat pariwisata tumbuh dengan begitu pesat dengan didukung puluhan agenda pertunjukan dan festival kesenian dan budaya tiap tahunnya. Surakarta pun sukses dibranding menjadi kota pariwisata, budaya, dan batik

Surakarta diubah menjadi kota metropolis yang arif. Kota ditata, namun Para pedagang kaki lima juga tetap diperhatikan. Semua orang tentu tahu cerita fantastis tentang bagaimana Jokowi dengan cemerlang berdiplomasi dengan para pedagang kaki lima yang menolak direlokasi. Ia mengajak para pedagang untuk makan bersama, diskusi, dan menawarkan solusi jitu untuk para padagang. Cara ini terbukti berhasil. Para pedagang merasa diuwongke (dimanusiakan), dan pada akhirya luluh.

Jokowi mampu mensterilkan kawasan Ngarsopuro menjadi kawasan citywalk yang nyaman, padahal sebelumnya, kawasan ini dikenal sebagai kawasan yang sumpek dan kumuh karena penuh dengan pedagang elektronik dan barang antik yang menggelar lapaknya di bahu Jalan. Jokowi memindahkan para pedagang tersebut ke Pasar Ngarsopuro. Bahu jalan yang ditinggalkan para pedagang tesebut kemudian diubah menjadi area pejalan yang nyaman dengan fasilitas internet gratis dan menjadi tempat nongkrong anak-anak muda.

Setali tiga uang dengan Ngarsopuro, kawasan jalan arteri Slamet Riyadi pun oleh Jokowi dirombak dan dikonsep agar bisa menjadi jalan utama dengan citywalk yang nyaman. Dan hasilnya, terciptalah citywalk yang teduh dan nyaman serta full dengan koneksi internet gratis. Beberapa waktu yang lalu, saya diajak kawan saya nongkrong di citywalk Jalan Slamet Riyadi ini, dan rasanya saya tak ragu untuk menyebut Citywalk ini sebagai citywalk terbaik yang pernah saya tongkrongi.

Satu lagi perubahan tata kota Surakarta ala Jokowi yang begitu kentara adalah Taman Banjarsari. Sebelum disentuh oleh Jokowi, Taman ini bahkan tak rupa taman, karena justru digunakan sebagai tempat mangkal ratusan pedagang loak. Oleh jokowi, taman ini kemudian dikembalikan fitrahnya. Ratusan pedagang direlokasi tanpa kekerasan. Pohon-pohon teduh ditanam, bangku-bangku serta beberapa wahana mainan pun dibangun.

Singkatnya, di bawah kepemimpinan Jokowi, Surakarta bisa dikatakan sukses.

Tak heran jika dalam pemilihan Walikota periode ke dua, Jokowi memperoleh lebih dari 90% suara masyarakat. Bukti nyata bahwa masyarakat Surakarta merasakan betul bagaimana perubahan besar yang berhasil dicapai oleh seorang Jokowi yang kurus dan berwajah kampungan itu.

Atas Keberhasilannya mengubah Surakarta dari kota yang banyak tindak kriminal menjadi pusat seni dan budaya, Jokowi pun diganjar penghargaan sebagai Walikota ketiga terbaik se dunia oleh The City Mayors Foundation.

Begitu Hijrah ke Jakarta, kompetensinya sebagai pemimpin pun kembali teruji. Bersama Ahok, Jokowi seolah menjelma menjadi Macan dingin yang mrantasi, Gaya blusukannya yang khas menjadikannya cepat populer di mata masyarakat.

Kebijakan-kebijakan kepemimpinannya terbukti mampu mengurangi kesemerawutan masalah-masalah birokrasi di Ibukota. Di bawah kepemimpinannya, e-Goverment benar-benar berjalan dengan optimal. Pelayanan masyarakat pun perlahan tapi pasti semakin menuju ke arah yang lebih baik.

Pasar, taman, waduk, satu per satu Jakarta diubah tata kotanya ke arah yang lebih baik. Sebuah rekam jejak yang jelas tentunya.

Prabowo?

Dia Revolusioner. Dia sosok luar biasa. Konsep ekonomi kerakyatan dan pemberdayaaan petani serta nelayan yang diusungnya adalah konsep yang brilian.

Dia pula sosok yang ikut menjadikan Jokowi sebagai sang panglima Ibukota. Konon, dulu Prabowo lah yang merayu Megawati agar bersedia mencalonkan Jokowi sebagai gubernur berpasangan dengan Ahok.

Prabowo adalah sosok ksatria. Semua orang tentu tahu, betapa ksatrianya ia saat pengumuman daftar nomor urut capres dan cawapres, dimana saat itu, ia berkeliling menyalami dan memberi penghormatan yang tinggi kepada Jokowi, Jusuf Kalla, bahkan kepada Megawati yang saat itu nampak begitu angkuh dan sombong karena tak ikut berdiri saat Prabowo berusaha menyalaminya.

Pun dalam dua edisi debat capres (dan cawapres), kita semua melihat dengan jelas beberapa kali Prabowo dengan besar hati mengakui, sependapat, dan mendukung program-program positif dari Kubu Jokowi, kebesaran hati yang justru tidak terlalu saya lihat pada sosok Jokowi. "Kalau memang program Pak Jokowi bagus, tentu saya harus mendukung!", begitu kata Prabowo.

Namun sayangnya, sebrilian apapun konsep-konsep yang ditawarkan prabowo, tetap saja ia belum punya pengalaman yang cukup. Inilah yang menjadi titik penting bagi saya untuk menentukan pilihan antara Prabowo dan Jokowi.

Jokowi sudah punya pengalaman memimpin yang cukup. Ia sudah terjun ke Lapangan. Ia berani menawarkan masa depan bermodalkan pengalaman masa lalunya.

Sedangkan Prabowo, nol. Ia sama sekali belum pernah menjabat sebagai kepala institusi wilayah sipil, entah itu sebagai kepala daerah atau sebagai pejabat. Karir kepemimpinannya hanya sebatas pada kepemimpinan militer.

Tentu sangat berbeda antara mengatur serdadu dengan mengatur sipil. Serdadu dilatih untuk disiplin, selalu siap dan patuh pada atasan (atau tepatnya, serdadu lain yang pangkatnya lebih tinggi). Sedangkan sipil, tentu tak bisa diatur semudah serdadu, sipil punya pilihan antara "nggih" atau "mboten", sedangkan serdadu pilihannya hanya satu: "siap laksanakan". Dalam dunia diplomasi sosial, kadang sipil lebih punya nilai perlawanan, sehingga lebih susah untuk diatur.

Jadi secara kepemimpinan, menurut saya Prabowo belum punya cukup berpengalaman.

Dan jelas, untuk ukuran negara dengan permasalahan yang begitu kompleks ini, tentu butuh pemimpin yang sudah berpengalaman. Dan Jokowi-lah yang menurut saya lebih tepat untuk dipilih.

Lha wong buat anak saja ndak boleh coba-coba je, apalagi untuk negara *efek iklan minyak kayu putih. Kalau sudah ada pemimpin yang programnya sudah terlaksana, buat apa pilih yang masih sekedar wacana.

Dan ya, setidaknya Jokowi tidak punya beban masa lalu.

Pada akhirnya, saya agaknya harus kembali menegaskan, bahwasanya saya lebih memilih Jokowi ketimbang Prabowo. Tapi sejujurnya, saya merasa masygul ketika tokoh Sebrilian Prabowo dan setulus Jokowi harus bertarung satu sama lain.

Semoga pilihan saya baik adanya. Dan untuk pendukung Prabowo, saya berdoa semoga pilihan anda juga baik adanya.

Yang penting kan Persatuan, kalau urusan presiden, itu nomor....

Jokowi dan Agus Mulyadi

Gambar dari Liputan6.com dan Kapanlagi.com




Sawer blog ini

38 comments :

  1. Cuma 1 yang jd pemikiran saya slama ini, apa mas Agus ada hubungan darah jarak jauh dengan pak Jokowi? Soalnya mirip, 11 12 gitu... Tapi ya saya juga turut dukung Jokowi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yo nek coro jowone yo, nak nom nak tuwo ngono.... hehe

      Delete
  2. Pilihanmu pancen joz mas, salam blogger Blitar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kandhani og..... salam manis dari Magelang mas...

      Delete
  3. Saya suka pilihan anda...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, saya juga suka dengan pilihan saya..... hehe

      Delete
    2. Gak cuman tiap tahun, tapi memang sepanjang tahun 2015 sampe 2016. Mulai dari tahun 2015 memang dah mulai turun sampe 50% buat blog lokal. Gak nyangka kalo ganti presiden malah bikin blogger lokal kurang pangan. Ternyata presiden yg sekarang ada pengaruhnya juga buat blogger lokal. Gimana gak ngaruh, presiden yang sekarang kan didukung RRC, sedangkan RRC sama USA kan kres. Google juga gak cuman berpatokan sama ekonomi dunia, tapi juga pulitik.

      Delete
  4. Sedikit pencerahan buat saya yang terus terang masih galau untuk memilih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah kalau posting ini bisa jadi sedikit pencerahan.... padahal biasanya yang lain malah jadi gelap mata setelah baca postingan saya... hehe

      Delete
  5. #salam 2 jari mas, tapi sori, kapok aku milih jokowi. *rapopo to?

    ReplyDelete
  6. Woke gus .. salam 2 jari .. :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam dua jari... kalau beda jangan sensi....

      Delete
  7. salam satu jari aja gan dari saya , kurang respek sama jokowi ,..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam satu jari mas... siapapun nantinya yang jadi RI1, yang penting kita bersaudara... Bukankah persaudaraan itu nomor satu dan presiden itu nomor dua? eh...

      Delete
  8. Setuju banget, siapapun presidennya kita doakan yang terbaik untuk negara ini. Lak yo ngono tow...Pak Jokowi ama Mas Agus mang keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener iku mbakyu.. sing penting tetep selow, woles, dan tetap bermartabat...

      Delete
  9. uadah nentokke pilihannya to mas agus?
    siiplah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk saat ini, saya masih mantap untuk lebih memilih Jokowi... ndak tau kalo nanti sore

      Delete
  10. kalo membanding2kan tulisan2 pendukung jokowi itu kok lebih cerdas ya. mestinya ada penelitian ttg itu

    ReplyDelete
  11. Salut atas ulasan yang cukup cerdas tanpa harus memojokkan salah satu pihak..sangat kelihatan kalau kamu orang yang bijak gus..

    ReplyDelete
  12. Jokowi dadi, sampeyan sido rabi!
    Ngoten ngendikane gus Yasin Payaman.
    V

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rabi ro sinten mas.... ro guling? hehehehe... yo dongakne wae mas ben cepet entuk calon'e

      Delete
  13. wah gus kowe kok milih jokowi to... aku malahan mileh golput ae pye??

    ReplyDelete
  14. Siapapun pilihannnya yang penting damai.
    Ngapain penggemar saling caci padahal kandidatnya setelah selesai pemilu saling rangkul. Jangan jadi orang gak mikir.

    ReplyDelete
  15. Salam 2 jari, Ojo lali Mas Agus tetap pilih JOKOWI.

    ReplyDelete
  16. goblok ke yo milih jokowi alias jokoplak

    ReplyDelete
  17. aku piih dirimu mass.. hihi.. berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. yg lain udah pada ke penghulu, mas agus masih kesepian... hehe.

    ReplyDelete
  18. Mantep tenan mas pilihanmu. Podo karo aku

    ReplyDelete
  19. hayo wani mbales surate anakke pak amein ora mas? lagi rame loh :D

    ReplyDelete
  20. Dukung Jokowi...tetap sebagai Gubernur DKI

    ReplyDelete
  21. gw masih mikir Gan....???
    kalo sikap jokowi noh nti blusukan. apa iya dia bisa?
    1 kesalahan fatal dia Mati toh le?
    blusukan2 presiden begitu yo tanpa pengamanan yang mumpuni dan ia tidak tepat janji nantiny. ketemu terorrist pale ne putus lagian :v

    ReplyDelete
  22. jokowi-jk adalah kita
    kita adalah jomblo...
    #hassuk

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger