Masih tengah bulan, belum gajian, dan kemarin saya nekat berangkat ke Malang dengan akomodasi seadanya. Semata demi membuktikan bakti saya sebagai Baladewa: nonton konser Dewa 19.
Dan semalam, rasa haus itu akhirnya terobati dengan konser yang begitu istimewa.
Ada satu alasan besar mengapa saya rela jauh-jauh ke Malang untuk nonton Konser Dewa 19, dan alasan itu tak lain dan tak bukan adalah karena Konser yang berlangsung di Graha Cakrawala malam tadi merupakan pertama kalinya Dewa 19 tampil dengan dua vokalisnya sekaligus: Ari Lasso dan Once Mekel.
Tentu ini momen spesial yang sangat rugi untuk dilewatkan oleh siapapun yang mengaku sebagai Baladewa. Memang sebelumnya mereka pernah tampil sepanggung, tapi itu bukan murni konser Dewa 19, yaitu saat konser Mahakarya Ahmad Dhani di Jakarta Convention Centre, Senayan, 13 Juni 2012 silam, serta di konser hajatan nikahannya Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, 25 Oktober 2014 lalu di Bali (tolong koreksi jika saya salah).
Tampil dengan dua vokalis sekaligus membuat lagu-lagu Dewa seakan dibawakan sesuai dengan kodrat dan khitahnya. Bagaimanapun juga, lagu-lagu legendaris seperti Restoe Boemi, Kirana, Satu Hati, hingga Cinta Kan Membawamu Kembali memang hanya layak dinyanyikan oleh Ari Lasso. Begitupun juga dengan lagu-lagu seperti Pupus, Dua Sejoli, Arjuna, hingga Sayap-Sayap Patah yang memang hanya layak dinyanyikan oleh Once Mekel. Bukan sebaliknya.
Semalam, Ari menyanyikan tujuh lagu, sedangkan Once dua belas. Mereka kemudian berduet di dua lagu terakhir, menyanyikan "Kangen", dan "Kamulah Satu-Satunya. Benar-benar malam yang indah.
Anda mungkin menganggap saya berlebihan, tapi jujur, di konser malam tadi, saya berkali-kali meneteskan air mata, mungkin karena trenyuh, atau mungkin karena terlalu menghayati lagu "Pupus" entahlah, Tapi yang jelas, saya tak menyesal menumpahkan air mata saya di momen yang begitu istimewa tersebut.
Rasanya saya benar-benar tak ingin beranjak dari tribun. Bahkan saat lagu Satu Hati dibawakan dan kemih saya tak bisa diajak bekerja sama, saya sempat kepikiran untuk ngompol saja di celana saking tidak inginnya saya berpaling dari konser, sebelum akhirnya saya mengalah kepada si kecil.
Yah, Bagaimanapun, Dewa 19 tetaplah Dewa 19. Band lain mungkin melahirkan Album, tapi Dewa 19 tidak, ia melahirkan Romansa.
*maaf, saya tak punya foto atau video saat konser berlangsung. Saya bukan orang bodoh yang bayar tiket mahal dan rela antri berjam-jam hanya untuk merekam konser Dewa 19 alih-alih menikmatinya dengan kekhusyukan yang teramat khidmat.
---
TAMBAHAN:
Ada banyak yang tanya gimana saya bisa foto sama Once dan Yuke kemarin setelah nonton konser (lihat postingan saya sebelumnya).
Ada yang menduga saya beli tiket platinum dan bisa ikut meet and greet, ini perkiraan yang salah, saya tidak sekaya itu untuk bisa beli tiket platinum. Ada juga yang menduga saya merangsek masuk menembus barikade pengamanan dan memaksa foto bareng bersama, ini dugaan yang jauh lebih salah lagi, saya tak se-heroik itu sebagai seorang baladewa.
Jadi begini, setelah rampung konser, saya dan dua kawan saya (sengaja nggak saya mensen, takut mereka ge-er) nongkrong di sebuah cafe di di bilangan Klojen. Cafe ini sengaja kita pilih karena setelah kita keliling kemana-mana cari cafe, ternyata, cuma cafe inilah yang masih buka.
Di Cafe inilah saya sempat beli air mineral yang seharga delapan belas ribu itu (aqua, tapi botolnya kaca, nggapleki tenan).
Nah, jam setengah dua pagi, ketika pengunjung cafe sudah mulai berguguran. Datanglah rombongan sejumlah dua mobil. Rombongan inilah yang di dalamnya ada Once dan juga Yuke.
Dasar rejeki anak lumayan saleh...
Jam setengah tiga pagi, sebelum saya dan dua kawan saya memutuskan kembali ke homestay, saya nekat mendatangi rombongan tersebut dan minta foto bareng Once dan Yuke.
“Mas Once, saya ini datang jauh-jauh dari Magelang, jadi sebagai kenang-kenangan, boleh lah saya meminta foto?”
Once tersenyum, dan langsung merangkul saya, “Lho, bukannya tadi kelihatannya sudah ya?” kata dia sambil tersenyum mencandai saya.
Saya pengin menjawab, “Sudah ndasmu qwerty kuwi, hurung su!”, tapi saya keburu sadar, dia adalah Once, bukan teman nongkrong ataupun teman TPA, jadi saya urungkan jawaban itu. Saya lantas menjawab, “weeee, belum mas...”
Kami lantas berselfie. Dan tercetaklah foto itu.
Saya lantas mendatangi Yuke, dan meminta foto bareng, hanya saja dengan percakapan yang berbeda.
“Mas Yuke, beberapa waktu yang lalu, kita sempet ketemu di Tirtodipuran, Pas mas Yuke ngejam, cuma waktu itu, saya nggak sempet minta foto, jadi sekarang, sebagai penebusan, ijinkan saya minta foto bareng,"
Dengan keramahan yang tak jauh berbeda dengan Once, si Bassist ini pun langsung memasang pose, merangkul saya, dan cekrek, foto pun tercetak.
Begitulah nda... begitulah...
Dan entah mengapa, setelah berhasil berfoto dengan dua pentolan Dewa 19 itu, air mineral yang seharga delapan belas ribu jadi terasa sangat murah, ya... sangat-sangat murah...
Ah, coba harga air mineralnya lima puluh ribu, mungkin saya sudah bisa selfie saya Maia Estianty
Ke Malang, Demi Dewa 19, Ari Lasso, dan Once
Review Santai Pesona Jogja Homestay
Saya jarang sekali —bahkan mungkin belum pernah— menulis review tentang penginapan. Bukan karena saya jarang menginap di penginapan, ndeso-ndeso begini, saya sudah berkali-kali nginep di berbagai jenis penginapan, mulai dari hotel, losmen, homestay, bahkan warnet sekalipun. Saya tak pernah menulis review tentang penginapan ya karena ndilalah tak pernah kepikiran buat menulis. Mangkanya, mumpung kemarin saya sempet nginep di salah satu penginapan dan kebetulan kepikiran buat nulis review, maka saya sempatkan lah menulis review ini.
Jadi begini lho pemirsa, kemarin itu, Ndilalah saya ikut acara gathering bareng emak-emak blogger —walau sudah berkali-kali masuk tivi, bagaimanapun, saya ini masih tetap blogger lho ya— di salah satu homestay di bilangan Umbulharjo.
Karena acaranya berlangsung sampai malam, dan saya malas pulang, saya memutuskan untuk sekalian mencoba nginep di homestay ini.
Homestay tempat saya menginap ini namanya "Pesona Jogja Homestay". Alamatnya di Gang Pandu No. 484, Tahunan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Ancer-ancernya, Menyusuri jalan Kusumanegara, kalau dari arah Malioboro, persis sebelum Taman makam pahlawan Kusumanegara, belok kanan, ke jalan Soga, lurus terus sampai jalan Bimosari, trus belok kiri... Ah, elah, daripada pusing, mending sampeyan buka google maps saja deh, biar saya juga ngirit nulisnya, sampeyan punya hape, kan?
Jalan menuju homestay ini memang agak berliku, maklum, karena lokasinya memang berada di tengah pemukiman penduduk. Dan sebenarnya justru itulah salah satu keunikan dan keungulannya. Banyak tamu yang memilih menginap di homestay ini karena memang menginginkan suasana pemukiman kampung khas kota Jogja yang memang sudah kesohor karena berkali-kali masuk FTV itu.
Jujur, Saya suka dengan konsep homestay pemukiman kampung seperti ini, karena kita bakal punya kesempatan untuk nyegat tukang cilok ataupun es tung-tung dan memakannya langsung di dalam kamar. Kalau di hotel-hotel berbintang yang lokasinya persis di tepi jalan raya, jangan harap bisa begitu.
Pesona Jogja Homestay ini bentuknya seperti cluster perumahan. Jadi ada enam rumah bersebelahan-berhadapan gitu, tiga-tiga. Setiap satu rumah memiliki tiga kamar, dua di lantai bawah (superior room), dan satu di lantai atas (deluxe room). Tamu yang ingin menginap bisa memilih untuk menyewa satu rumah, atau hanya satu kamar. Untuk tarif per malamnya... Ah, elah, daripada pusing, mending sampeyan buka traveloka saja deh, biar saya juga ngirit nulisnya, sekali lagi, sampeyan punya hape, kan?
Untuk kamar, saya ambil kamar yang superior. Dan saya cukup puas dengan kamarnya. Ranjangnya bersih, wangi, ruang kamarnya cukup luas untuk ukuran single bed. Dan yang paling penting, wifinya kuenceng. Sampeyan bisa tiduran sambil nonton video klipnya Young Lex ft AwKarin atau lagu Ganteng-ganteng Swag yang fuck pencitraan itu tanpa takut videonya putus-putus. Kalau mau mbokep juga monggo, tapi saya sarankan jangan, kasihan yang punya homestay, nanti jadi nggak berkah homestay-nya.
Untuk ukuran Jogja, Pesona Jogja Homestay termasuk homestay yang lokasinya strategis, ia berada di tengah kota, selain itu, Homestay ini juga dekat dengan tempat-tempat wisata terkenal di Jogja, semisal Pura Pakualaman, Taman Pintar, Benteng Veredeburg, museum Batik, hingga Kebun Binatang Gembira Loka.
Kalau anda menginap di pertengahan bulan Desember sampai April, anda bisa disuguhi sama nyanyian suara jangkrik berpadu dengan suara kodok, yang walau masih kalah bagus sama suaranya Inka Christie, tapi saya yakin tetap bakal membuat setiap tamu yang menginap rindu kegirangan.
Namanya juga homestay dengan konsep perkampungan Jogja, jadi jangan heran jika menu sarapan yang disajikan pun adalah menu-menu khas makanan tradisional Jogja, seperti kluban dan pecel, dengan lauk telur dadar ataupun tempe goreng. Minumnya? lagi-lagi minuman khas Jogja, bisa wedang uwuh, bisa teh sepet, atau bisa juga Teh Nasgithel (Panas, Legi, kenthel).
Overall, tentu saya sangat merekomendasikan homestay ini. Konsepnya menarik, kamarnya bagus, suasananya tenang. Selain itu, mas dan mbak petugas homestay-nya juga begitu ramah dan menyenangkan, saya kenalan sama dua diantaranya, yang satu namanya pak Prapto, satunya lagi namanya mbak Widhi. Khusus yang saya sebut terakhir, saya sangat merekomendasikan untuk diajak ngobrol, ia tipikal perempuan yang nyaman diajak berbincang serta punya selera humor yang cukup baik.
Nah, terakhir, yang cukup asoy di homestay ini, ada berbagai pohon buah seperti jambu, markisa, dan juga mangga, yang mana buah-buah ini jika pas musim berbuah boleh dipetik bebas oleh tamu. Sayang, pas saya menginap, ndilalah pas tidak ada satupun pohon yang berbuah, maka yang bisa saya petik saat itu hanyalah buah kesabaran.
Yah, Kadang, rejeki anak sholeh pun bisa juga ditunda.