Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Menjadi Monyet, Menjadi Pahlawan

| Friday, 20 January 2017 |

Saya ingat sekali, dulu waktu SMP kelas satu, saat ada pagelaran pentas seni, ada kawan saya yang maju tampil membawakan monolog humor, yah, semacam stand up comedy lah kalau sekarang.

Dia begitu pede, walau sejujurnya, materi humor yang dia bawakan, cenderung tidak lucu. Kalaupun ada yang tertawa, kemungkinannya hanya dua: 1. Tertawanya hanya sekadar formalitas, atau 2. Selera humornya memprihatinkan.

Dan terbukti, memang hanya segelintir yang tertawa saat itu.

Saya tak ingat bagaimana prosesnya, mungkin karena ia keburu sadar bahwa materinya tak lucu, tapi yang jelas, kawan saya yang luar biasa pede ini kemudian mengubah format penampilannya dari monolog menjadi tebak-tebakan.

Ah, langkah yang taktis, setidaknya, dengan tanya jawab, ia bisa berinteraksi dengan penonton, sehingga suasana penampilan bisa menjadi lebih hidup dan tidak krik-krik.

"Walau tak lucu, ternyata masih cukup cerdas juga kawan saya ini" batin saya.

Tapi dasar memang jiwanya yang tak lucu, tebak-tebakan yang saya pikir bakal menyelamatkan penampilan kawan saya ini ternyata jauh lebih kering dan tidak lucu ketimbang monolognya.

Lha bayangkan, tebak-tebakan pertamanya langsung merujuk kepada salah satu tebak-tebakan paling garing sepanjang hayat: "Buah apa yang warnanya kuning, rasanya manis, dan yang tahu cuma monyet?"

Ini tebakan-tebakan wagu. Dan saya yakin tak bakal ada penonton yang menjawab. Bukan karena tidak tahu, tapi justru karena hampir semuanya tahu. Selain itu, ini tipe tebak-tebakan yang memang tidak layak untuk dijawab, tidak ada asyiknya menebak pertanyaan jenis ini.

Hampir setegukan kopi, dan benar dugaan saya. Tak ada satupun yang mengangkat tangan untuk menjawab.

Tetiba, jiwa welas asih saya muncul. Demi melihat kawan saya yang agaknya mulai pucat karena tak ada satupun penonton yang tertarik untuk menjawab tebak-tebakannya, saya lantas mengacungkan tangan dan menjawab, "Pisaaaang", dengan nada yang saya bikin seantusias mungkin.

Si kawan kita yang pede setengah mati ini kemudian langsung bersorak kepada saya, "Wahahaha, berarti kamu monyet" katanya dengan wajah yang teramat sangat puas sebab ada juga sasaran yang kena oleh tebak-tebakan tidak bermutunya.

Dan tanpa disangka, saat kawan saya ini menyebut saya monyet, ternyata ada cukup banyak penonton yang tertawa. Beberapa bahkan ada yang ikut mengatai saya, "Agus Monyeeeet,"

Saya paham konsekuensi ini, sebab saya tahu, toh memang ini tujuan akhir tebak-tebakannya.

Setelah itu, tebak-tebakan tetap berlanjut. Saya tak akan menceritakannya disini. Tapi yang jelas, saya hanya ingin memberitahukan kepada kalian semua, bahwa untuk menjadi pahlawan, kalian tak harus menjadi jagoan, cukuplah jadi seekor monyet.

Dan puji Tuhan, saya pernah membuktikannya.

Si Tukang Jaga Warnet

| Monday, 2 January 2017 |

Penjaga warnet

Empat tahun meniti karir sebagai operator warnet (oke, kita sebut saja penjaga warnet) di tiga warnet yang berbeda membuat saya sedikit banyak tahu pahit getirnya kehidupan.

Menjadi tukang jaga warnet adalah saksi betapa dunia internet sudah menampakkan tanda-tanda kebesarannya, persis sejak orang sok-sokan mbokep di lalatx atau lihat foto penampakan dan mengukur peruntungan jodoh di primbon dot com.

Selama jadi penjaga warnet, saya pernah dapat user yang penampilannya alim banget tapi ternyata mbokepan (saya juga mbokepan sih, tapi setidaknya penampilan saya tidak alim-alim banget lah), pernah dapat user yang satu bilik dipakai lima orang (padahal cuma main satu jam), pernah dapat user yang main cuma buat dengerin lagu-lagunya Yopie Latul (dan saya ikut-ikutan suka), bahkan pernah juga dapat user yang ngenet cuma buat main game offline yang ada di komputer (Come on! Solitaire, Freecell, dan Minesweeper?)

Sekarang sudah 2017, tahun keempat saya tidak lagi bekerja sebagai tukang jaga warnet. Dan entah kenapa, saya masih saja merindukan Billing Explorer...

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger