Entah bagaimana ceritanya, beberapa hari ini salah satu email saya diberondong dengan kiriman email yang isinya berupa konten iklan penawaran produk. Saya tak tahu kok bisa data akun email saya bisa jatuh ke tangan spammer marketing ini, padahal saya ndak pernah menyantumkan email tersebut di kontak blog atau data profil akun sosmed saya, karena yang biasanya saya cantumkan di blog adalah email saya yang lainnya.
Biasanya saya sih cuek saja, yah, namanya juga pedagang cari duit, jadi agak bisa maklum, terlebih lagi saya juga pernah merasakan bagaimana rasanya jadi internet marketer yang suka nyebar iklan ke email orang-orang. Namun untuk yang satu ini, saya benar-benar tak dapat menahan emosi saya, karena produk yang ditawarkan ini bukanlah produk rumah tangga (seperti email-email promosi biasanya), melainkan produk obat kuat.
"Obat kami terbuat dari ramuan resep nenek moyang dengan campuran ekstrak pasak bumi asli Kalimantan, Membuat Mr P anda lebih tahan lama, kuat, dan kencang. Tahan sampai beberapa Ronde, dijamin istri selalu puas"
Yah, kira-kira begitulah isi iklan penawaran produk obat kuat yang masuk ke email saya secara bertubi-tubi (dan sialnya ndak masuk ke spam).
Sungguh ini adalah penghinaan besar bagi saya. Pertama karena saya belum punya istri, jadi mau bagaimanapun mereka menawarkan produk obat ini, toh saya ndak mungkin mencoba atau membuktikan kedahsyatan obat yang mereka jual.
Kedua, saya tentu marah, Gimana ndak marah coba, Darimana mereka bisa tau kalau Mr P saya ini memang membutuhkan sentuhan Obat kuat.. *Hahaha, Guyon lho Dab.
Jujur, sejauh yang saya tau dan yang saya rasakan, Mr P saya masih cukup kokoh dan belum seloyo itu sampai harus memerlukan bantuan obat kuat (ndak tau deh kalau untuk kedepannnya bagaimana).
Untuk saat ini, Mr P saya ini masih memegang prinsip "Pandangan Hidup", alias baru dipandang sudah bisa hidup. Nah, kecuali kalau Si Kecil ini sudah sampai pada tingkatan prinsip "Pegangan Hidup" (butuh dipegang agar bisa hidup), barulah saya mungkin butuh obat kuat.
Pada akhirnya, saya hanya ingin menyampaikan pesan pada segenap internet marketer yang hobi mengirim email massal untuk menawarkan obat kuat, "Tolong, hargai perasaan kami para lelaki, penawaran anda adalah tamparan telak bagi kami, terlebih bagi kami yang masih belum mampu punya istri".
Ayolah, yang saya butuhkan bukan obat penguat Anu, tapi obat penguat hati karena sudah terlalu lama menyendiri dan belum juga punya istri.
Risih dengan iklan Obat Kuat
Balada Rambut Gondrong
Rambut gondrong, Bah! siapa pula yang sebenarnya suka dengan model rambut yang satu ini. Tipikal rambut yang sebenarnya hanya pantas disandang oleh wanita, tapi kemudian menjadi sangat maskulin dan keren kala para personel Led Zeppelin mengaplikasikannya pada rambut mereka.
Bagi generasi yang agak tua, tren rambut gondrong jelas dimotori oleh rocker-rocker amerika yang mulai menginvasi tren musik negara kita di tahun 80-90-an. Di jaman itu, rambut gondrong sangatlah Laki, bahkan cenderung identik dengan cadas, keras, Rock, dsb.
Tapi jelas, saya sebagai generasi yang lahir tahun 90-an merasa terlambat untuk mengenal tren rambut gondrong dari para rocker gaek di atas. Saya mulai kagum dengan rambut gondrong bukan dari Axl Rose, Robert Plant, ataupun rocker-rocker 80-90'an lainnya. Saya mengagumi rambut gondrong justru dari Suliwa, Arya Kamandanu, Batik Madrim, sampai Prabu Angling Darmo. Pokoknya tokoh-tokoh serial kolosal 90-an yang tayang di Indosiar. Waktu itu saya kok merasa para jagoan kolosal itu nampak keren dan gagah dengan rambut gondrongnya.
Namun apa lacur, kekerenan dan kegagahan para jagoan kolosal itu jelas tak bisa saya tiru, maklum, waktu itu saya masih sekolah, saya masih SD, dan sepreman-premannya dan sebajingan-bajingannya anak SD, memanjangkan rambut tetaplah menjadi pantangan. Jangankan kok SD, lha wong anak SMP dan SMA pun saya rasa tak boleh memanjangkan rambutnya kok. Bahkan rambut siswa yang melebihi kerah baju saja biasanya sudah langsung siaga 3, apalagi kok sampai rambut gondrong. Itu jelas ancaman yang nyata.
Semakin kedepan, arti rambut gondrong bukan lagi melulu soal penampilan keren, melainkan pengakuan perlawanan. Rambut gondrong bagi kebanyakan orang identik dengan perlawanan, rebel, anti mainstream, anti kemapanan, seniman, atau apapun yang berbau "bawah tanah".
Maka tak heran jika kemudian banyak remaja yang punya cita-cita untuk memanjangkan rambutnya. Tak terkecuali saya.
Bagi anda yang pernah baca halaman tentang saya atau melihat gambar penampakan diri saya di bagian header atau sidebar blog ini tentu tahunya Agus Mulyadi adalah blogger berambut cepak klimis dan berwajah lempeng namun trengginas. Tapi perlu anda ketahui, jelek-jelek begini, dulu saya pernah punya rambut gondrong.
Jadi ceritanya, Selepas lulus SMA, saya merantau ke Jogja sebagai seorang penjaga warnet (kok ndak keren amat ya), setelah 2 tahun saya berpetualang di jogja, saya pun kemudian merantau ke Depok untuk ikut kursus desain layout, 6 bulan setelahnya, saya akhirnya berlabuh di Sukabumi untuk kerja sebagai layouter sebuah tabloid wanita. Nah, di Sukabumi inilah saya mulai berani memanjangkan rambut saya.
Maklum lah, karena di sukabumi inilah pertama kalinya saya punya kesempatan untuk memanjangkan rambut tanpa ada yang melarang dan memasygulkan.
Dulu waktu di Jogja, saya kan masih sering pulang ke Magelang, jadinya saya masih takut untuk memanjangkan rambut (iya, saya memang pria lemah). Di depok, saya masih belum bisa memanjangkan rambut, karena memang aturan dari tempat kursus yang saya ikuti melarang para siswanya untuk memanjangkan rambut.
Nah, Barulah di Sukabumi saya punya kesempatan luas untuk memanjangkan rambut. Kebetulan di tempat gawean di Sukabumi, Bos saya orangnya enjoy dan asyik, dia bebas memperbolehkan saya untuk memanjangkan rambut semau saya. Maka di Sukabumi, dimulailah petualangan panjang saya untuk memanjangkan rambut (atas).
Selama hampir setahun, saya sama sekali tak pernah pergi ke tukang pangkas rambut, dan kemudian bisa ditebak, jadilah rambut saya kemudian gondrong menjuntai bak pendekar-pendekar silat di komik Koo Ping Hoo
Setelah setahun saya bekerja sembari memanjangkan rambut di Sukabumi, akhirnya saya pun pulang ke kampung halaman di Magelang. Di rumah saya di Magelang, demi melihat rambut saya yang gondrong, nenek dan ibu saya mencak-mencak dan segera menyuruh saya memangkas rambut saya. Tapi saya menolaknya. (Maafkan Baim mak!)
"Walah mak, ini saya setahun lho mak menjangin rambutnya, mosok mau dipangkas begitu saja", begitu penolakan saya kepada emak saya.
"Halah, kamu itu sudah jelek, gondrong lagi, wis koyo gembel wae kowe gus! pokoke potong" kata emak kukuh pada perintahnya. (See? bahkan emak saya pun tega menyebut saya jelek dan kaya Gembel).
Tapi yah, namanya juga anak laki-laki, kadang suka ngeyel sama emaknya. Saya pun tak menuruti perintah emak untuk memangkas rambut saya. Saya tahu, ini termasuk durhaka kontemporer, namun mau bagaimana lagi. Rambut panjang ini sudah kadung membius. Saya merasa seperti seniman betulan dengan rambut gondrong ini. Pokoknya saya merasa sangar, yah, walau wajah saya tak cukup mendukung itu.
Oh ya, ini tampilan saya waktu rambut saya gondrong.
*Iya saya tahu, saya susah mingkemnya...
Setelah hampir 5 bulan saya di Magelang dengan rambut gondrong menjuntai yang dihiasi dengan kutu-kutu rambut yang teramat manja. Akhirnya saya memotong jua rambut gondrong ini.
Jadi ceritanya, saya terkena demam tinggi yang disertai dengan mual dan muntah-muntah (semoga ini bukan tanda-tanda kehamilan). Sudah 3 hari demam saya ini ndak sembuh-sembuh, akhirnya dalam hati saya bernadzar, jikalau saya diperkenankan untuk diberikan kesembuhan oleh Alloh SWT, saya berjanji akan memotong rambut saya.
Dan benar saja, dua hari setelahnya, saya benar-benar sembuh. Akhirnya demi memenuhi nadzar saya, walaupun dengan berat hati, saya potong jua rambut gondrong saya ini.
Rasanya begitu berat, mangkel, dan Ahhh, pokoknya ndak bisa ditulis disini. Rasanya saya belum bisa menerima rambut gondrong saya dipangkas begitu saja.
"Ah, kini telah kembali, Agus yang berambut cepak"
Namun ini adalah hidup, akan selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Dan saya perlahan mulai merasakan banyak hikmah yang terkandung dengan pemotongan rambut saya. Pertama, jelas saya jadi hemat shampo, karena saat masih gondrong, saya butuh satu setengah sachet shampo untuk keramas, sedangkan sekarang, setengah sachet pun sudah cukup. Kedua, kini saya tak perlu menyibak rambut saya setiap kali saya sujud saat Sholat. Ketiga, saya jadi lebih supel, saya tak perlu dikit-dikit membenarkan rambut atau sisiran agak lama, karena cukup dengan sentuhan tangan saja, rambut sudah rapi tanpa perlu disisir (trus kalau ada yang nanya kenapa bisa rapi, ya saya jawab saya "Ah, cuma pake shampo kok").
Hikmah yang paling besar menurut saya adalah rasa bahagia saat rambut pendek saya dikomentari oleh gadis yang saya taksir, "Nah, kalau rambutnya pendek kan jadi rapi"... Duhhh.. rasanya bagaikan ketiban durian runtuh beserta kebunnya. Dibilang "rapi" saja saya sudah seneng setengah mati, apalagi kalau dibilang "cakep", wah, mungkin matipun saya rela.
Berfoto bersama Mbah, pasca potong rambut
Setelah saya potong rambut, beberapa kali saya melihat album foto, dan kadang merasa tak habis fikir dengan pilihan saya menggondrongkan rambut. Kok bisa ya demi terlihat seniman (lebih tepatnya "sok seniman"), saya sampai memanjangkan rambut saya. Duh, amit-amit.. Pait... pait... pait... pait...
Kini saya sudah mantap dengan rambut cepak saya dan menganggap rambut gondrong sebagai kenangan buruk yang harus dibuang jauh-jauh (tapi kok masih ditulis di blog gus?).
Lagipula kalau saya mengamati, model rambut gondrong saya ini kok malah lebih mirip rambut gondrongnya plankton ketimbang Axl Rose ya.
Ah, Persetan dengan rambut gondrong. Gigi saya sudah terlalu gondrong, saya tidak ingin menambahnya dengan kegondrongan yang lain. Semoga kelak saya terhindar dari kegondrongan yang sedemikian.
Bersyukurlah kalau sampeyan jelek
Sebelum baca postingan ini lebih lanjut, saya ingin kasih note dulu, bahwasanya postingan ini hanya postingan hiburan yang saya khususkan kepada pembaca yang ndilalah punya wajah jelek. Tapi kalau ada pembaca yang kebetulan punya wajah ngganteng dan sudah kadung kesasar di halaman ini, silahkan saja dilanjutkan. Yah, hitung-hitung untuk mengetahui bagaimana jeritan hati seseorang berwajah jelek.
Anda pembaca blog ini mungkin sudah tahu bagaimana rupa saya, kalau belum, silahkan lihat header blog ini. Silahkan amati rupa saya (cukup diamati, tak usah diraba ataupun diterawang), Kalau sudah, mari kita kembali bersulang di postingan ini.
Saya ingin bertanya kepada sampeyan, setelah melihat rupa saya, apakah menurut anda saya ini ngganteng? Sebagian besar pasti menjawab, tidak. Kalaupun ada yang menjawab iya, itupun saya yakin jawabannya bersifat nglegani. "Kalau dibilang ganteng kok bukan, tapi kalau dibilang jelek kok iya". Halah, bilang saja "Jelek!"
Ya, saya ini memang jelek, ndak ngganteng seperti aktor FTV.
"Eh gus, jangan bilang jelek, kamu itu kan ciptaan Tuhan, jadi kalau kamu bilang jelek, itu artinya kamu menghina Tuhan"
Helllooo, Setan dan Iblis juga ciptaan Tuhan. Semuanya ciptaan Tuhan, lalu salahkah saya kalau menyebut sesuatu dengan sebutan jelek?. Ayolah kawan, Tuhan itu menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan berpasang lawan. Ada yang Kaya ada yang kere, ada yang tinggi ada yang pendek, ada yang beriman ada yang bajingan, dan ada yang ganteng ada yang jelek. Semunya sudah diperhitungkan dengan porsi maha matang oleh Alloh SWT.
Jadi selow sajalah, kalau sampeyan jelek, ya jelek aja, ndak usah ada pembelaan lain. Ndak usah ngeles "Saya ini ndak jelek, tapi unik". Saya ndak akan sungkan menyebut diri saya jelek, toh memang nyatanya begitu.
Dengan wajah jelek ini, saya memang susah buat dapet pacar. Tapi enjoy sajalah. Lagian kadang saya berfikir, Percumah juga punya wajah ngganteng tapi punya pacar sama-sama ngantengnya.
Dan itu tadi, kita semua sudah diberikan penghitungan yang matang dengan kejelekan wajah kita masing-masing. semuanya sudah diatur dengan kelebihan dan efek samping masing-masing.
Pria jelek itu punya banyak kelebihan. Pertama lebih cederung menjadi pekerja keras. Karena apa? karena wajah jelek itu kurang menjual, sehingga harus cari sesuatu lain yang bisa lebih menjual, yang tak lain dan tak bukan adalah kemapanan. Jadi jangan heran jika kebanyakan pria-pria kaya dan mapan itu wajahnya pas-pasan dan ndak ganteng-ganteng amat.
Kedua, pria jelek itu terkenal setia dan ndak doyan selingkuh. Lha mau selingkuh sama siapa? wong memang ndak ada yang mau diajak selingkuh. Jangankan kok selingkuh, lha wong bisa punya pacar saja itu sudah Ahamdulillah minta ampun kok.
Yang ketiga, pria jelek itu Jarang keluar malam. Tentu kita tahu bahwasanya sebagian besar pria-pria yang sering dolan malam ke cafe malam, diskotik, atau tempat karaokean itu biasanya pria dengan muka yang ngganteng (atau minimal lumayan lah), karena setidaknya mereka punya rasa percaya diri. Seandainyapun ada yang wajahnya jelek, itu pasti bukan tipe yang percaya diri, tapi tak tau diri.
Sungguh terpujilah wahai engkau orang jelek.
Dan sebenarnya masih ada banyak lagi kelebihan-kelebihan lain dari pria jelek yang tidak dimiliki oleh pria ngganteng. Namun karena keterbatasan waktu dan kuota, maka saya tak bisa menulisan banyak disini.
Dengan artikel yang selo dan ngawur ini, saya berharap, anda para pria jelek bisa lebih maklum dan bisa lebih menggali lebih dalam potensi yang ada dalam diri anda. Dan yang paling penting tentu agar anda bisa lebih bersyukur. Karena bagaimanapun, Alloh pasti memberikan hikmah yang baik dibalik kejelekan rupa anda. Tenang saja, Orang jelek juga bakal mati kok.
Mari kita berkaca. Saya pun begitu, dengan melihat dalam pada diri saya yang masih saja mudah tergoda dengan kesintalan dan kesemokan wanita serta terkadang masih suka doyan dengan bokep, saya jadi bersyukur dengan wajah jelek ini, karena seandainya saya diberi wajah ngganteng, mungkin saya sudah jadi pria playboy dan bajingan yang doyan menghamili anak orang.
Ah, Jelek ndak papa, yang penting hafal Pancasila.
Gus, Kalau sudah tiada baru terasa
Gus, Saya tahu, panggilan Gus itu aslinya diperuntukkan bagi putera kyai yang belum pantas disebut kyai. Tapi Njenengan yang sudah jauh melebihi batas kepantasan pun tetap saja penginnya dipanggil dengan Gus, bukan Kyai. Andap asor seperti itu gus yang ingin kami lihat pada sosok wakil-wakil kami di Senayan sana. Sayang ya Gus, pejabat-pejabat sekarang pada ndak mau Andap Asor, Maunya Ngasorake.
Gus, Saya kangen dengan "Gitu aja kok repot"-mu.
Gus, ternyata benar kata Bang Rhoma, "Kalau sudah tiada baru terasa"
Kerudung Mbak Angel Lelga pasca Nyaleg
Mbak Angel Lelga yang dulu saya kenal (saya kenal dia, tapi dia ndak kenal saya) sebagai wanita yang cantik, sekseh, dan Gersang (Seger merangsang) serta sering tampil di televisi dengan balutan busana yang menggoda kini rupanya sudah berganti penampilan, kini mbak Angel sudah berjilbab, tampilannya sekarang jadi lebih anggun dan menawan, apalagi hijab yang dipakai dominan warna hijau. Pokoknya Ayemable dan sejukable. Beda jauh dengan Angel lelga yang dulu saya lihat pas ikut acara Take me Out.
Perubahan yang sangat-sangat drastis tadi tentu tak terlepas dari kiprahnya yang kini tengah bergelut dengan dunia politik, lebih tepatnya kini Mbak Angel didapuk menjadi salah satu Caleg bagi Partai Persatuan Pembangunan pada Pemilu Legislatif 2014 mendatang.
Jujur, saya tentu senang dengan berjilbabnya mbak Angel Lelga, dengan atau tanpa statusnya sebagai caleg.
Mungkin banyak orang yang mencibir, "ah, mbak Angel itu pakai jilbab hanya sebagai kedok saja, atau sekedar untuk memberikan kesan baik, mending ndak usah berjilbab saja". Saya jelas tak setuju dengan cibiran ini, karena menurut agama yang saya anut, berhijab memang sebuah perintah bagi seorang wanita, karenanya, Berakhlak mulia atau tercela, berhijab tetaplah sebuah perintah.
Saya tentu berharap, agar Mbak Angel Lelga benar-benar berjilbab karena ingin menjalankan perintah agama, bukan sekedar untuk menarik simpati pihak tertentu atau yang dalam bahasa gaulnya disebut Kerdus, alias Kerudung Dusta. Karena menurut analisia bodo saya, kelihatannya wanita mendadak berjilbab itu dikarenakan oleh 3 sebab, yaitu pertama Karena Hidayah, kedua karena Panggilan KPK, dan ketiga karena Nyalon jadi Caleg.
Yah, untuk saat ini sih saya hanya bisa berkhusnudzon saja, Semoga mbak Angel termasuk golongan yang pertama. Karena kalau sampai mbak Angel ternyata masuk golongan ketiga atau kedua, maka hanya ada satu kata untuk mbak Angel: Terlaluuuuu.
Eh mbak Angel, btw, janjane aku pengin banget nyobos sliramu, sayang, aku ra mlebu Dapil-mu mbak. Mungkin lain kali ya, di "Coblos"-an yang lain.
Gambar Pertama oleh Merdeka.com/Dwi Narwoko, gambar kedua dari motulz
Slondokmu Kemuliaanmu
Namanya Desi, lengkapnya Desi Priharyono, siswa kelas 1 SMK N 2 Yogyakarta, setiap hari bersepeda kronjot dari Sleman ke sekolahnya di Jetis kodya sambil berjualan slondok, sejenis krupuk klanting berbentuk gelang yang digoreng gepeng. Desi telah melakukan kegiatan ini sedari SD kelas 3. Dia memilih melakukannya bukan semata-mata untuk mencukupi hidup, namun juga untuk belajar mandiri. Desi merasa bangga tak tak sedikitpun malu. Pemuda yang beralamat di Toino Pandowoharjo Sleman ini menyandang status piatu, ibundanya meninggal dunia saat melahirkan adik tercinta.
Bagi banyak gadis, mungkin sosok remaja dengan sepeda berkronjot isi slondok ini sama sekali tak menarik, tapi bagi saya dan segenap orang lain yang memuliakan ikhtiar, maka sosok Desi ini jauh lebih menarik dan mulia ketimbang para remaja yang hanya bisa gagah-gagahan pamer motor atau gadget hasil nodong orang tua.
Melalui postingan ini, saya ingin memberikan penghormatan tertinggi kepada sosok Desi. Semoga penjenengan senantiasa diberikan keberkahan, kecerdasan pikir, dan ketajaman akhlak.
Gambar oleh : Yoan Vallone dan FP Kota Jogja
Pokoke waton Ngonthel
Ngonthel atawa Nggowes atawa bersepeda, adalah satu dari sekian hobi saya yang Insha Alloh akan senantiasa saya lestarikan. Karena Selain memang bersepeda adalah kegiatan yang menyenangkan lagi mengasyikkan, bersepeda juga tentu menyehatkan dan bisa menjadi sarana untuk berolahraga.
Sebagai manusia kalong yang sebagian besar waktunya dihabiskan dengan duduk ndekem di depan komputer, saya jelas butuh yang namanya olahraga. Dan bagi saya, Ngontel merupakan pilihan olahraga yang tepat.
Saya ndak mungkin memilih jogging sebagai olahraga harian saya, karena tentu saja saya akan nampak wagu kalau harus lari-lari kecil keliling kompleks perumahan akademi militer di seberang kampung. Kalau di FTV atau sinetron, pria muda yang jogging di kompleks perumahan dengan keringat membasahi tubuh jelas akan terlihat sebagai pria yang maskulin dan sporty. Namun jelas hal itu tak akan berlaku bagi saya.
Topografi wajah saya yang kumal dan hitam bukanlah perpaduan yang tepat untuk keringat. Karena saya yakin, saat melihat saya berlari-lari kecil penuh dengan peluh, orang-orang di sekitar kompleks akan lebih mengira saya sebagai gembel enerjik ketimbang sebagai seorang pejogging.
Maka, dengan berbagai pertimbangan, pada akhirnya saya memilih bersepeda sebagai hobi sekaligus olahraga saya. Toh memang sedari kecil saya sudah terbiasa bersepeda. Dari SMP sampai SMA saya selalu berangkat sekolah dengan bersepeda. berangkat kerja bersepeda, bahkan beranjak dari ruang tamu menuju toilet pun saya bersepeda #halah, #GuyonMekso.
Sebenarnya di rumah ada motor, tapi itu kan punya bapak, dan itupun sudah berulang kali masuk pegadaian partikelir, sehingga saya sering sungkan untuk pakai motor dan lebih memilih menggunakan onthel sebagai sarana transportasi. Selama masih dalam kota, onthel menjadi prioritas utama ketimbang angkot, karena lebih murah dan katanya lebih go Green, dan yang pasti lebih ngirit.
Dengan hobi Ngontel yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup saya sekarang ini, maka saya berharap bisa punya kekasih seperti Ibu Fatmawati, yang rela dibonceng oleh Pak Karno sungguhpun hanya dengan Onthel.
Percoyo'o mbak, sanadyan tumpakanku onthel Hercules, tapi tresnaku lunyu koyo Mersedes. #Eeeaaa
Amarah bu Ani gara-gara @zhafirapsp
Untuk kesekian kalinya, Ibu negara kita meluapkan amarahnya di Instagram karena komentar miring terhadap foto yang dipajangnya di akun jejaring sosialnya tersebut.
Kali ini polemik bermula saat Bu Ani mengupload foto sang cucu bungsunya Airlangga ke Instagram. Foto yang diupload adalah foto Airlangga yang sedang memainkan piano mainan. Sebagai orang terkenal, tentu foto yang diupload ibu ani tersebut kebanjiran komentar.
Salah satu follower bu ani, @zhafirapsp, menulis komentar yang tak berhubungan dengan foto tersebut. Dalam komentarnya, Zafira menulis, "Di saat rakyatnya yang sedang kebanjiran, Ibu Ani malah sibuk dengan akun instagramnya :))"
Komentar @zhafirapsp ini pun lantas dibalas langsung oleh Ani. "@zhafirapsp Lho Ibu Jokowi dan Ibu Ahok ke mana ya? Koq saya yang dimarahi,".
Nah, balasan komentar Ibu Ani yang bernada kesal dan emosional inilah yang kemudian menjadi heboh di media.
Jujur saja, saya memang kurang setuju dengan apa yang disuarakan oleh pemilik akun @zhafirapsp, karena bagaimanapun juga, seorang Ibu negara tetaplah manusia sosial yang berhak menjalani rutinitas dan kegiatan biasa layaknya khalayak di luar tugas negara.
Terlebih lagi, dalam pemerintahan, setiap orang terlebih yang memiliki jabatan punya tugas dan tanggung jawabnya sendiri. Tentu tidak semua masalah harus diurus langsung oleh Presiden SBY tetapi bisa didelegasikan kepada pejabat yang menangani persoalan tersebut.
"Saya jengkel, Ada yang menulis, 'Ibu ini banjir kok main Instagram'. Kesal saya jadinya. Seolah (saya) tidak mengurusi banjir, hanya main-main Instagram saja," kata Bu Ani di sela-sela acara Rapat Paripurna Solidaritas Istri Kabinet Bersatu (Sikib) di Istana Negara, Kamis 16 Januari 2014.
Dalam pandangan saya, Bu Ani saya rasa memang pantas untuk jengkel. Sayapun mungkin juga demikian kalau ada di posisi Bu Ani (kawini aku pak Beye, kawini aku). Jika kelak istri saya jadi Presiden (Halah gus..) dan saya dituduh malah sibuk ngeblog tanpa mengurusi masalah banjir, maka saya mungkin akan lebih marah dari Bu Ani saat ini.
Tapi bagaimanapun juga, Bu Ani juga salah. Karena terlalu mengumbar amarah di jejaring sosial yang jelas merupakan media bebas akses. Tentu kurang pantas jika Bu Ani sebagai ibu negara yang seharusnya dijadikan banyak panutan malah ceplas-ceplos mengumbar emosi hanya karena masalah foto. Berkali-kali pula.
Marah sih boleh saja, namanya juga manusia toh, tapi mbok ya tau tempat. Jangan luapkan amarah di Instagram. Lebih baik luapkan saja amarah panjenengan sama Pak Beye, Yah, setidaknya kan bisa mewakili amarah jutaan rakyat Indonesia #eh..
Oh ya, Tak disangka, artikel ini ternyata masuk di Merdeka.com, dan dishare ulang oleh Yahoo Indonesia, jadi kemungkinan ada banyak pejabat terkait yang baca. Untuk keluarga dan kawan-kawan saya, jika saya kemudian hari menghilang mendadak dan tidak kembali, saya yakin kalian tahu harus cari siapa, hehe. Dan untuk bapak saya, jangan kaget kalau sewaktu-waktu KTP bapak mendadak ada label TAPOL-nya.
Agus Mulyadi Nyocot - Cinta Ditolak
Masih tak jauh berbeda konsepnya dengan Vlog Agus Mulyadi Nyocot pertama saya (Pit Wedokan), karena memang masih menggunakan kamera yang sama, tata letak tempat yang sama, serta kostum yang sama pula. Tapi alhamdulillah, untuk kualitas suara, sudah agak lebih bagus dari vlog yang pertama, kendatipun saya rekamnya tetap pada jam tengah malam. Dan untuk durasi juga agak lebih lama, kalau vlog pertama hanya 4 menit, maka vlog kedua ini durasinya 7 menit. Yah, semoga makin lama seiring dengan makin perkasanya saya, Vlog-vlog saya kedepannya bisa semakin lama.
Dalam vlog kedua kali ini, saya membahas tentang fenomena Cinta Ditolak, sebuah fenomena dalam dunia asmara yang saya yakin sudah menghiasi banyak kisah pahit para jejaka.Saya berharap, Vlog kedua saya ini bisa sukses seperti vlog pertama saya yang tak dinyana ternyata bisa mendapatkan 2.815 pageviews.
Silahkan dilihat, semoga anda sekalian terhibur, kalau ada saran dan kritik, silahkan langsung layangkan saja ke email agus@agusmulyadi.com. Matursuwun.
Salam Dagelan Magelangan.
Terlewat satu episode, dan itu buruk
Kadang saya kok merasakan, Sinetron itu lebih candu ketimbang rokok ya. Bayangkan saja, kalau rokok, terlewat sekali, mungkin tak terlalu jadi soal, tapi kalau sinetron, terlewat satu episode saja, rasanya penuh penyesalan bukan kepalang. Dan itu yang saya kira sedang melanda nenek saya dua hari ini.
Awal persisnya dua hari lalu, ba'da maghrib, entah mengapa saya yang biasanya ndak bernafsu nonton tivi sore-sore, tiba-tiba jadi punya hasrat untuk mantengin si kotak ajaib. Padahal biasanya habis dari Mushola setelah menunaikan shalat maghrib, saya langsung melaksanakan agenda rutin saya, menari di atas keyboard, entah untuk facebookan, twitteran, ngeblog, atau sekedar melihat-lihat berita dari aneka portal berita online.
Eh, Ndilalah sore itu kok ada acara bagus di Kompas TV, dan kebetulan saya suka, sampai tak terasa, ternyata dari ba'da maghrib sampai isya', itu Televisi secara tak sadar telah saya monopoli. Dan Ndilalah juga, Nenek saya ndak inget kalau jam itu adalah jam wajib bagi beliau untuk mantengin sinetron kesukaanya. Soalnya biasanya, televisi di rumah saya sudah senantiasa diset di channel RCTI (Channel sinetron pujaan beliau), jadi setiap sore, begitu televisi dinyalakan, dan musik pembuka sinetron terdengar, nenek saya langsung duduk manis di depan layar kaca, untuk selanjutnya diam hening dan terhanyut dalam pusaran kisah sinetron yang terlalu klise. Sesekali nenek saya tertawa terkekeh, dan sesekali pula nenek saya mencibir.
Esoknya, Entah bagaimana ceritanya, ketinggalan satu episode sehari yang lalu bisa membuat nenek saya jadi agak mekekel. Hari ini, sore ini. Entah sudah berapa kali nenek saya bergumam "Goro-goro kowe ki gus, njuk ketinggalan ceritane sing wingi!". Posisi kamar saya yang tak jauh dari ruang tengah ─tempat Tivi diletakkan─ pun memaksa saya untuk mendengar gumaman nenek saya.
Bukan hanya satu kali dua kali, tapi berkali-kali. Seolah-olah kesalahan saya dua hari lalu yang tak lebih dari satu jam itu begitu fatalnya di mata nenek.
Duh.. padahal kalau dalam pandangan saya, ketinggalan satu episode saja kan bukan perkara besar. Lagian kan juga masih bisa ditanyakan sama Mbak Lia, tetangga depan rumah yang juga menjatuhkan cintanya pada sinetron.
Dan lagipula, sinetron kita ini kan biasanya ceritanya sudah bisa tertebak. Tak misterius seperti telenovela atau opera sabun khas Amerika. Pembahasannya kan biasanya hanya dua, kalau ndak rebutan jejaka, pastilah kisah anak yang tertukar. Bah, saya kadang sampai ndak habis fikir, kalau di sinetron entah mengapa bayi bisa seperti sandal Swallow: begitu mudah tertukar dengan yang lain.
Yah, tapi itulah nyatanya. Saya bukanlah nenek, dan nenek bukanlah saya.
Motor Diluar Standar Pabrik
Selesai kerja sore ini, seperti biasanya, saya pulang ke rumah berjalan kaki, maklum, saya ini seorang PK sejati (PK=Pejalan Kaki, Bukan Penjahat Kelamin, dan lagipula, tak ada kelamin yang jahat, yang jahat itu Pengelola-nya). Dalam perjalanan, persis di depan sebuah toko, saya lihat sebuah motor terparkir rapi. Saya lihat kanan kiri, persis kaya maling, Kelihatannya si pemilik sedang masuk toko, Ah, cocok!. Si Motor pun berhasil saya potret.
Begini nih penampakannya (yang ndak kuat, silahkan lambaikan tangan ke monitor dan ucapkan "Bento Bento Bento").
Rasa-rasanya saya tak perlu menjelaskan panjang lebar tentang deskripsi penampakan gambar motor di atas. Sebuah motor dari pabrikan Suzuki, dengan merk Satria F 150. Salah satu jenis Motor yang konon mampu membuat omset dukun pelet turun drastis. #IYNWIM
Weits, tapi bukan motornya secara keseluruhan yang akan saya ulas di postingan ini, melainkan lebih pada bagian Stang-nya. Jika anda lihat, Stang Motor ini nampak aneh, ya, kedua stangnya dibuat sejajar, tentu sangat berbeda dengan posisi stang Satria F standar pabrik yang dikeluarkan oleh Suzuki.
Aneh memang, kok ya bisa-bisanya itu si empunya motor memodif stang-nya menjadi sejajar seperti itu. Saya sendiri memang ndak punya motor Satria F, tapi seandainya saya punya, saya ndak bakal modif stang seperti itu. Kenapa? Karena bentuk stang sejajar seperti ini ternyata membahayakan.
Seorang tetangga saya yang kebetulan seorang Polisi Lalu Lintas pernah menjelaskan sama saya, bahwasanya posisi stang modif yang dibuat sejajar itu membuat sudut gerakan stang motor saat belok menjadi terlalu sempit, sehingga kadang belokan yang dihasilkan terlalu tajam dan sering membuat kecelakaan. Lantas, mengapa pula banyak pemilik motor sejenis yang memodif stang motornya sejajar seperti gambar di atas?
Saya coba untuk menanyakan pada salah seorang kawan saya yang kebetulan juga punya motor Satria dengan bentuk stang sejajar. Saat saya tanya apa alasan dia memodif stang motornya, jawabannya simpel, "Biar lebih keren dan gaya". Oalah Gusti.
Selain itu, dia juga mengakui, bahwa dengan stang sejajar, sebenarnya dia sangat tidak nyaman mengendarai motornya. Namun apa lacur, Predikat Gaya mengalahkan segalanya, termasuk kenyamanan dan keselamatan berkendara.
Padahal kalau dalam kaca mata saya, motor yang stang-nya dimodif sejajar seperti itu bukannya nampak keren dan gaya, tapi justru nampak kampungan dan Ndeso. Bentuk stang-nya malah jadi seperti pegangan Gerobak Mie Ayam. Ya Tho? Atau jangan-jangan motor seperti ini kalau tanki-nya dibuka, isinya bukan bensin, tapi Kuah.. wkwkwk... Jadi mbayangin, kalau motor kaya gini sedang dipake balapan, trus di tengah track ada yang nyegat sambil bilang "Kang, Mi ayam telu, sing siji ra nggo saos".. Modar ora kuwi?.
Yah, Tapi apa daya saya, motor motor mereka, saya ndak berhak melarang. Saya hanya bisa mencibir saja.
Padahal saya yakin, bentuk motor keluaran standar pabrik itu sudah didesain sedemikian rupa dan seaman mungkin oleh pabrikannya. Jadi ndak usah dirubah-rubah lagi kalau cuman demi alasan gaya.
Dan lagipula, keren atau tidaknya motor itu menurut saya tergantung fungsinya, bukan modelnya, contohnya seperti motor dibawah ini nih
Hhh, Namun tetap saja, hingga saat ini pun, saya masih heran, kenapa ya masih banyak orang yang memodif motornya ndak sesuai standar pabrik karena alasan agar dibilang gaya dan keren. Kalau cuma sekedar modifan penambahan dan appereance sih ndak apa, tapi kalau sampai merubah part dan bentuk di luar standar pabrik, kan malah jadi susah. Misalnya ukuran ban yang dibuat kecil, atau bodi motor yang dibuat ceper (yang kalau lewat polisi tidur harus sampai diangkat-angkat persis kaya gerobak celeng). Kan yang susah ya sampeyan-sampeyan sendiri, ya Toh?
Modifan seperti itu kok terasa Lebay ya bagi saya. Bagaimana menurut anda? Silahkan tuliskan komentar anda.
NB : Ini cuma opini pribadi saya. Opini anda mungkin berbeda