Rasanya tak berlebihan kalau saya menyebut profesi supir maupun kenek truk sebagai profesi yang kerap bergesekan dengan perkara seksualitas khususon dunia pelacuran.
Sopir truk perkasa gembira ria jarang merana (lokal-zone.com)
Jobdesk ketat yang kerap memaksa mereka untuk bertugas mengantarkan barang hingga berhari-hari ke luar kota bahkan ke luar pulau dengan perjuangan meninggalkan anak istri tentu bukanlah godaan enteng. Terlebih jika sudah menyangkut masalah pemenuhan hasrat biologis. Istri jauh, sedangkan hasrat sudah meledak-ledak, maka wanita tuna susila pun acap kali menjadi pelampiasan (Tapi tentu tidak semua sopir truk seperti itu, hanya sebagian besar saja). Hal inilah yang kemudian memunculkan kedekatan khusus antara profesi supir truk dengan dunia pelacuran.
Saking besarnya chemistri antara profesi supir truk dengan dunia pelacuran, hubungan keduanya bahkan sampai melahirkan banyak genre prostitusi baru, Kopi Pangku salah satunya (silahkan Googling sendiri).
Nah, menilik fakta ini, tentu tak berlebihan jika di kalangan supir maupun kenek muncul aneka obrolan humor yang nuansanya nyerempet-nyerempet ke arah seksual. Humor sekitar selangkangan ini memang menjadi salah satu jokes favorit bagi kalangan sopir dan kenek.
Saya punya dua kawan dekat yang berprofesi sebagai Kenek, Sebut saja Paijo dan Gembus (bukan nama sebenarnya). Kalau pas akhir pekan atau sedang tak ada kerjaan pengiriman, keduanya sering main ke rumah. Saya paling gemar mendengarkan cerita-cerita perjalanan mereka berdua saat mengantarkan barang ke luar kota. Setiap kali saya kongkow dengan mereka berdua, candaan-candaan Seronok selalu meluncur dengan mudahnya dari mulut mereka. Los tanpa filter, mengalir begitu saja, tanpa ada yang menghardik, semuanya seakan menikmati obrolan-obrolan desah tersebut dengan santai. Obrolan yang bagi kaum serba teratur akan nampak tabu untuk diperbincangkan.
"Supir truk itu kalah romantis kalau dibandingkan dengan tukang bakso" Kata Paijo mengawali alur lelucon-nya.
"Lha kok bisa jo?" tanya saya penasaran.
"Yo iso wae, lha soalnya, selaris apapun dagangan baksonya, kalau pulang, istrinya tetep disisai bakso dua!"
"Matamu sempal jo!" balas saya disertai dengan gelak tawa yang menjadi-jadi.
Di kesempatan berikutnya, Gembus membuat lelucon tanggapan yang tak kalah lucu dibandingkan lelucon seronok paijo. Jadi ceritanya, Paijo bercerita tentang seorang pelacur kenamaan di daerah xxx, sebut saja namanya Inem (bukan nama sebenarnya) kebetulan si inem ini punya badan yang lumayan berisi dengan ukuran dada yang sangat besar, Paijo pun bercerita dengan sangat menggebu-gebu. Begitu selesai bercerita tentang si Inem, Paijo langsung meminta pendapat Gembus tentang si inem ini, dan ternyata tanggapan gembus begitu tak terduga.
"Ha nek inem itu, L*nte menungso, tapi porsi gendruwo" Kata Gembus singkat padat.
Dan jelas, jawaban gembus ini juga membuat saya tertawa terbahak-bahak, bahkan saya sampai sakit perut dan menangis. Oalah...
Kadang kalau sudah begini, malah saya sendiri yang merasa kewalahan untuk mengontrol suara gelak tawa kami. terutama si Paijo, dia adalah pengobrol porno paling militan, lebih militan dari penggiat MLM sekalipun. Volume tawanya begitu keras, nada bicaranya pun sering tak terkendali, sehingga beberapa kali saya terpaksa memaksa dia untuk memelankan suara-nya. Ndak enak sama bapak dan ibu saya.
Kali lain, Pernah juga suatu ketika saya mencoba mencandai Paijo karena statusnya yang jomblo (sungguhpun saya sendiri juga masih jomblo).
"Jo, kerjomu lak yo wis mapan tho? kenalan cewek yo nduwe akeh, lha kok seprene awakmu iseh wae jomblo? cewek-cewek do alergi ro rupamu po?" Tanya saya sambil berharap Paijo akan mengeluarkan jawaban pasrah.
"Jomblo rapopo, sing penting lak wis tau numpaki wedokan pirang-pirang, ha mbangane kowe, 23 tahun kok isone mung nguyuh thok! ora isin ro manukmu po?" jawabnya singkat dan sangat menohok. "Ah, Asu kowe jo!".
Tak hanya humor lelucon, Kode-kode seputar seksualitas pun beberapa kali saya dengar dari Paijo dan Gembus. Mereka kerap menyebut Pelacur dengan sebutan "Pacar isi Ulang", kali lain mereka menyebut air mani dengan sebutan "Ompol Dewo" (Kencing dewa), juga menyebut pelacuran dengan sebutan "SPBU Birahi". Sungguh kode-kode seksual yang begitu segar lagi jenaka.
Dari mereka juga saya tahu, bahwa kebanyakan Sopir maupun kenek truk tahu dimana lokasi-lokasi pelacuran di berbagai kota yang pernah dilintasinya, beberapa malah hafal nglothok sampai tarif harga beserta spesifikasi body ciblek-nya.
Paijo pernah menceritakan kepada saya nama-nama tempat pelacuran di sepanjang jalur pantura. Semuanya disampaikan dengan teramat detail, mulai dari harga, syarat-prasyarat, rata-rata usia para pelacur yang menjaja di sana, bahkan sampai nama-nama primadona di setiap pelacuran. Sedikit lebih mirip testimoni.
"Kalau yang di xxx murah gus, soalnya sudah pada tua, tapi barange tetep STNK (Setengah Tuo Ning Kepenak) kok!. Kalau mau yang muda dan murah, mending yang di yyy, pokoke asal pinter nego-nya!, kalau yang di zzz, harganya agak mahal, tapi legit, koyo pisang bolen!" Tukas Paijo saat mengomentari beberapa lokasi pelacuran di bilangan Pesisir Pantura. Ada-ada saja.
Kalau anda ingin juga menelisik humor seksualitas ala Supir dan kenek truk, cara yang paling mudah tentu melalui tulisan-tulisan di sisi dan belakang body truk mereka. Tulisan-tulisan biasa namun sering dianggap sebagai luapan perasaan Sang tuan pengendara.
Dari sekian banyak, ada beberapa yang bisa saya ingat dengan jelas, diantaranya adalah:
"Ingat rasanya, tak ingat wajahnya"
"Mencari nafkah demi desah"
"Papa pulang mama keramas"
"Sopir bercinta, Kenek Merana"
"Asal abang kuat nanjak, Monggo saja"
"Kena Gigi Uang Kembali"
"Cintaku Kandas karena Lendir"
"Tolong kembalikan Lendir pada tempatnya"
"Susumu lebih murni dari bensinku"
"Menggelinjang nikmat di Jok Pantura"
"Lorena, L*nte Kere Merana"
"Biar Binal yang penting tak Ternoda"
"Kutunggu desahmu di Jalur ini"
"Susumu mambu Samsu"
"Gelem Enak'e ra gelem Anak'e, Waton Mokondo"
"BMW, Body Mengalahkan Wajah"
Kalau anda melaju di jalur arteri lintas kota antar provinsi, cobalah sesekali menengok aneka tulisan di body truk yang melaju, Niscaya beberapa kalimat seronok seperti kalimat-kalimat di atas akan bisa anda temukan dengan mudah. Dan saya yakin, tulisan-tulisan tersebut cukup berharga untuk menebus senyum simpul anda.
Ah, Bicara humor seksualitas? rasanya Sopir dan kenek truk memang ahlinya. Dokter Boyke pun saya rasa tak akan mampu menandinginya.
Oh ya, sebagai penutup, berikut ini saya kasih bonus anekdot singkat tentang dunia seksualitas sopir truk, anekdot ini pertama kali saya baca dulu di sebuah harian lokal, saya lupa apa nama hariannya, tapi saya ingat betul isi ceritanya.
Syahdan, seorang supir truk selesai menunaikan tugasnya mengantar muatan barang ke pelabuhan. Kerjaan selesai, sang supir truk pun memutuskan untuk rileks dan mencari hiburan. Kebetulan pelabuhan tersebut dekat dengan sebuah tempat lokalisasi. Maka tanpa banyak babibu, supir truk tersebut pun mantap untuk mampir.
Supir truk tersebut kemudian masuk ke sebuah rumah yang memang diketahui sebagai rumah sang mucikari. Oleh penjaga rumah, supir truk disuruh menunggu sebentar di ruang tamu. Setelah 5 menit menunggu, sang mucikari pun datang dan menyambut sang supir truk.
Tanpa intermezzo, si supir truk langsung mengeluarkan uang 500 ribu dan membantingnya di atas meja. "Ini, saya ada 500 ribu, tolong carikan saya wanita yang jelek, tua, dan agak gembrot". Kata sang supir truk.
Si mucikari terhenyak dan heran, "Oalah mas, dengan uang segini, sampeyan bisa dapet yang cantik, muda, dan montok, kenapa malah milih yang jelek tua lagi gembrot. Apa sampeyan ndak suka sama yang cantik?" Tanya sang Mucikari.
"Bukannya saya ndak mau yang cantik, tapi saya memang lagi kangen sama istri di rumah!" Jawab sang supir truk lugas.
NB: Postingan ini saya buat bukan untuk mendiskreditkan profesi Sopir dan kenek truk, namun hanya ingin mengangkat sisi lain yang unik dari pergaulan Supir dan kenek yang saya rasa cukup menarik untuk diulas.
Humor Seksualitas ala Supir dan Kenek Truk
Postingan Formalitas Saja
Sudah tanggal 21 April, itu artinya, sudah dua minggu saya ndak nulis postingan baru sejak postingan terakhir saya terbit di blog katrok dan kampungan ini.
Beberapa Follower saya (*Ehem) ada yang menanyakan, "Mas agus, kok belum ada postingan baru di Agusmulyadi.web.id?". Dalam hati saya seneng setengah mati dengan pertanyan ini, saya terharu, ternyata ada juga yang menantikan tulisan-tulisan saya (walaupun ndak ada yang menantikan kasih sayang saya, minimal ada yang menantikan tulisan saya).
Kali lain ada juga follower yang bertanya, "Mas Agus kok akhir-akhir ini jarang update blog sih?"
Sebenarnya saya ingin menjawab dengan jawaban "Sibuk Pacaran!", biar agak kelihatan laku. Namun apa kata, rasanya kalau saya njawab sedemikian, dianya ndak akan percaya. Yah, inilah susahnya jadi protagonis bertampang minor, kalau bilang belum punya pacar pasti langsung dicerca, tapi kalau bilang sudah punya pacar ndak ada satupun yang percaya. (Sonte alas, *Mau kalian apa????)
Akhirnya saya jawab pula dengan alasan yang sebenarnya, yaitu karena memang sedang tidak berselera untuk menulis, dan kebetulan juga memang sedang ndak ada bahan yang bisa saya tulis.
Maklum saja lah, namanya juga blogger kambuhan, update postingan kalau memang sedang punya mood yang bagus untuk menulis. Kalau sedang gundah gulana, postingannya ya nol puthul.
Sebenarnya sih sudah ada tiga tulisan yang saya buat sejak beberapa waktu yang lalu, namun semuanya berakhir di draft karena saya merasa artikel yang saya tulis tersebut sungguh jelek ndak ketulungan serta ndak layak baca.
Tulisan inipun sejujurnya saya buat hanya sebagai postingan formalitas saja, agar blog ini ndak kelihatan vakum terlalu lama. Yah, semoga setelah menulis catatan ringan ini, gairah menulis saya bisa kembali membara. Semembara hasrat saya pada Via Vallen dan Mella Barbie.
Piye kabare? Seh penak jamanku tho?
(Penak piye mbah? lha wong jamanmu hurung ono Kimcil kok!)
Antara Saksi dan Hansip Pemilu
Rabu mendatang, Pemilihan umum legislatif sudah mulai dilaksanakan. Dan untuk kesekian kalinya, saya lagi-lagi mendapat tugas sebagai saksi. Kelihatannya saksi memang sudah menjadi jalan hidup saya.
Saksi pemilu bukanlah pekerjaan/posisi yang bonafit dan mentereng, karena untuk mencapainya, tak perlu ijazah tinggi, patokan IP, atau aneka persyaratan akademik lainnya, yang penting asal bisa baca tulis dan mengerti mekanisme pemilihan umum. Tampang dan penampilan pun tak perlu menarik seperti layaknya SPG ataupun petugas front office (tapi kalihatannya, kalau saksinya cakep-cakep, si caleg mungkin bisa sedikit bangga), nyatanya saya yang dekil dan penuh daki ini saja tetap ada yang nyuruh saya jadi saksi kok.
Namun kedatipun tak bonafit, tetap saja banyak orang yang tertarik menjadi saksi. Maklum saja, honor sebagai saksi terbilang tinggi jika dibandingkan dengan pekerjaanya. Boleh dibilang, Saksi itu kerjaanya hanya duduk dari pagi sampai sore hari, dan dibayar kira-kira seratus ribu rupiah.
Dan tentu dengan honor segitu, saya sangat-sangat tertarik, maklum lah, uang segitu bagi saya sudah cukup besar nilainya. Kalo dibelikan torabika Sachet, bisa dapet 100 sachet Torabika Moka dan 50 sachet Torabika Susu. Cukup untuk persedian begadang hingga 50 hari kedepan.
Untuk pemilu 9 april kali ini, saya ditawari oleh tiga timses caleg untuk menjadi saksi, pertama dari Gerindra, kedua Demokrat, dan ketiga PKS. Namun kendatipun saya adalah seorang simpatisan PKS, tawaran yang saya terima justru yang dari timses Gerindra, soalnya yang dari Gerindra inilah yang pertama kali menawari saya. Dan hal ini membuat saya otomatis terdaftar sebagai anggota partai Gerindra (Ah, rupanya begini rasanya menjadi Simpatisan PKS yang suka Jokowi dan terdaftar sebagai anggota Gerindra).
Oiya, Saya sempat juga diusulkan untuk menjadi anggota KPPS, namun saya sama sekali tak berminat, saya jauh lebih tertarik menjadi saksi, maklum, anggota KPPS kendatipun honornya jauh lebih besar daripada saksi (bisa sampai 3-4 kali lipat daripada honor saksi), namun kerjaanya cukup berat: harus mendata ini itu, apel, tanda tangan berkas berbundel-bundel, menyiapkan aneka dokumen, setor laporan, rapat koordinasi, menyiapkan kelengkapan TPS, dan sederet tugas njlimet lainnya. Kalau jadi saksi kan tugasnya enteng, tinggal datang, apel, nyatet perolehan suara, trus laporan. Sudah, itu saja. Yah, beda harga tentu beda kerja.
Selain saya, adik perempuan saya juga ditawari menjadi saksi, Tapi kalau adik saya jadi saksi untuk caleg partai Demokrat... Duhhh malangnya dirimu dik. #Eh
Kalau bapak saya lain lagi. Kendatipun sempat ditawari jadi saksi, tapi bapak tetap ngotot pada peran andalan-nya: Hansip alias Linmas.
"Pokoke Ra Hansip Ora!", begitu kata bapak.
Entah sejak kapan bapak punya jiwa hansip yang sedemiian militan, tapi yang jelas, sejak saya kecil, bapak sudah setia mengawal jalannya pesta demokrasi sebagai seorang Hansip, entah itu pemilihan umum nasional, pemilihan lurah, atau bahkan pemilihan kadus sekalipun. Seperti sudah ada chemistri tersendiri antara bapak dengan si seragam hijau rumput. Seakan-akan, pemilu belum sah kalau bapak saya belum jadi hansipnya.
Kata bapak, jadi Hansip itu enak. "Hansip itu seperti polisi: tugasnya mengamankan, namun kadang bisa bertindak seenak hati, nggaya, kadang kementhus, kadang kemlinthi. Bedanya, hansip ndak pernah dibenci seperti masyarakat membenci polisi!" (mungkin karena hansip ndak pernah nilang kali ya?).
Alasan yang kurang bermutu, tapi cukup bisa diterima. Karena memang setahu saya, sejak jamannya Bokir jadi Hansip di film Suzanna, hansip seolah menjelmakan citranya sebagai sahabat, pengaman, dan penghibur masyarakat. Karenanya jangan heran jika di sinetron-sinetron jaman sekarang, peran hansip selalu diemban oleh tokoh-tokoh lucu dan kocak.
"Selain itu gus, setiap ada hajatan pemilihan umum, hansip selalu dikasih sepatu PDL baru, kalau perhelatan acara yang diamankan sudah selesai, sepatu tersebut kan bisa dijual lagi. Sudah honornya lumayan, masih ditambah uang hasil penjualan sepatu lagi, untungnya jadi ndobel tho?", tambah bapak.
Ah, kelihatannya enak juga jadi hansip. Mungkin di Pemilu berikutnya, saya harus coba jadi hansip. Soalnya bosan juga lama-lama kalau jadi saksi terus.
Lagipula kelihatannya, saya ndak jelek-jelek amat kalau jadi hansip.
Fotokopian KTP
Bapak dan emak mendadak sibuk grusa-grusu membongkar lemari dan tas di seantero ruangan rumah. Keduanya sibuk mencari KTP masing-masing.
Urusan pembagian tanah waris dengan keluarga bulik-nya emak yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu memaksa bapak dan emak saya untuk mengumpulkan foto copy KTP. Padahal, bagi bapak dan emak saya, KTP tak ubahnya seperti perkakas: penting namun mudah terlupakan dimana naruhnya.
Maka begitu dibutuhkan, bapak dan emak pun kelimpungan mencarinya.
Tak berapa lama setelah usaha pencarian, bapak pun bangkit sambil mengangkat beberapa lembar kertas HVS. "Wis Ketemu!", kata bapak.
"KTP-ne ketemu pak?" tanya emak saya.
"Hudu KTP-ne sing ketemu, tapi salinan fotokopian'e... Podo wae tho?, wis, KTP-ne sing asli rasah digoleki, sing penting wis ono fotokopian'e!" kata bapak sambil menyerahkan beberapa lembar salinan fotokopian KTP kepada emak saya.
Emak pun kemudian memeriksa fotokopian KTP dengan seksama, mungkin sekedar untuk memastikan bahwa fotokopian tersebut adalah fotokopian KTP yang masih berlaku.
Setelah beberapa saat memeriksa, Mendadak, emak saya berkata, "Pak, Mbok KTP-ne digoleki meneh njo, lha iki nang fotokopian'e, fotoku ora patio cetho je!".
"Halah, kowe ki rasah ramin bu, lha wong rupamu ki ket biyen cen wis ora cetho kok!"
Bapak pun tertawa terkekeh, emak saya merengut, dan saya tersenyum kecil sambil langsung menuliskan cerita ini. Terima Kasih Gusti, karena sudah mengijinkan saya untuk terlahir di tengah keluarga yang ceria dan koplak ini.
Kalimat reportase klise di televisi kita
Sebagai makhluk yang haus akan kasih sayang dan informasi teraktual, Saya suka sekali melihat acara siaran berita yang dipandu oleh anchor atau presenter berwajah manis. Bagi saya, baik atau buruk sebuah berita, asalkan dibawakan oleh presenter yang manis, maka berita tersebut akan tetap nikmat dan renyah untuk dinikmati. Dan saya yakin, anda (pria) pasti sependapat dengan saya.
Saya bahkan sampai punya news anchor idola, setidaknya ada 3 news anchor yang mana saya menahbiskan diri menjadi fans mereka. Ada Fifi Aleyda Yahya dari Metro TV, Grace Natalie dari Tv One, dan Tasya Syarief dari RCTI. Yang saya sebut terakhir adalah yang paling saya idolai. Ah, berita dan Wanita memang perpaduan yang pas.
Maka, jangan heran jika saya selalu berusaha menyempatkan diri untuk tidak mengganti channel saat ada siaran berita di televisi yang dipandu oleh news anchor wanita, baik itu siaran berita penuh, maupun siaran berita kilat yang sering tayang di waktu pergantian jam seperti Headline News-nya Metro TV atau Sekilas Info-nya RCTI.
Dari keseringan saya menonton acara berita, saya pun merasa punya chemistri khusus dengan acara siaran berita. Saya kemudian iseng mencoba mengamati dan mengumpulkan aneka kalimat klise yang sering sekali menjadi materi narasi berita di seantero stasiun TV. #WatonSelo
Nah, berikut ini adalah hasil pengamatan goblok saya:
Hingga saat ini, Pihak kepolisian masih berusaha mendalami motif kasus ini.
Ini kalimat berita klise yang sering disebut dalam berita kasus kejahatan. Biasanya kasus yang masih baru, karena kalau kasusnya sudah lama, kalimat ini malah seakan memperlihatkan lambatnya penanganan kepolisian.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa kebakaran ini, namun kerugian ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.
Sumpah, ini kalimat pokok yang selalu (atau malah harus) ada dalam materi berita kebakaran, seakan-akan sudah menjadi protap atau template berita kebakaran. Seandainyapun berbeda, mungkin hanya masalah nilai taksir kerugiannya saja.
Arus lalu lintas dari Jalan xxx ke arah jalan xxx terpantau lancar.
Kalau yang ini berita tentang kondisi arus lalu lintas di suatu daerah. Biasanya banyak tayang saat momen arus mudik atau masa liburan. Pilihan arus jalannya pun sebenarnya hanya 3: "Lengang", "Terpantai Lancar", atau "Padat Merayap". Huh. Sangat membosankan. Kabar baiknya, berita ini sering kali dipandu oleh para polwan MTNC yang terkenal akan kecantikan dan kesintalannya. Jadi, masih cukup renyah untuk dinikmati.
Kini polisi sudah menahan beberapa orang yang diduga menjadi provokator.
Berita kerusuhan (terutama menyangkut demonstran) rasa-rasanya belum lengkap kalau belum ada kalimat klise ini. Bukannya kenapa-kenapa, tapi memang kalimat ini seakan harus ada agar Para polisi terlihat lebih kerja. Walaupun sejatinya, saya kadang masih kurang yakin kalau yang ditangkap memang benar-benar yang dianggap sebagai provokator.
Hingga kini polisi masih berjaga di sekitar lokasi terjadinya kerusuhan untuk mengantisipasi adanya serangan susulan.
Hampir sama seperti yang diatas, hanya saja untuk kalimat yang satu ini, biasanya muncul pada berita kerusuhan yang melibatkan dua pihak atau kelompok yang saling bertikai. Biasanya sih kelompok preman, kelompok warga, atau kelompok siswa tawuran.
Akibat kecelakaan ini, jalur xxx mengalami kemacetan yang cukup parah.
Kalau ada berita tentang kecelakaan yang terjadi di ruas jalan yang padat, terutama jalan arteri, maka kalimat ini sudah barang tentu akan menghiasi narasi beritanya. Pemandangan yang nampak di layar saat kalimat ini dibacakan biasanya berupa satu dua Petugas polisi dan warga sedang berusaha membantu melancarkan arus lalu lintas. Ah, pokoknya klise lah.
Ehmm, apa lagi ya, ah, mungkin itu dulu kalimat-kalimat reportase klise yang bisa saya runut, Barangkali sampeyan para pembaca punya kalimat klise versi anda sendiri, Bisa kali di share di kotak komentar, nanti biar saya cantumkan disini. Monggo untuk para pecinta siaran berita, Saya tunggu lho ya..
Postingan Ra mutu yo luweh, sing penting Asolole