Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Ngopi ndisik dulur

| Sunday, 26 April 2015 |



Gusti Alloh itu menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. Ada siang ada malam, ada hitam ada putih ada pria ada wanita, ada jelek ada agus. Semuanya sudah diformat. Jadi, kalau ada kesedihan, mungkin karena itulah kopi diciptakan.

Jadi, ayo jerang air panasmu, tuang kopimu, tambahkan gula kalau perlu, dan aduk dengan teratur. Mari kita isi masa-masa reformasi ini dengan menyesap kopi bersama-sama. Percayalah, sepahit apapun kopimu, ia adalah kawan yang tak pernah berkhianat.

Njo, ngopi ndisik gaessss, ben ra gundah

Sesekali krisis Air

| Saturday, 25 April 2015 |



Sudah dua hari terakhir ini air ledeng dari PAM di Banyurojo dan beberapa kelurahan lain di Mertoyudan mati total. Kabar yang beredar, hal ini disebabkan karena adanya kerusakan (lebih tepatnya kebocoran) saluran air di toren PAM karena hujan deras yang mengguyur Magelang dua hari yang lalu.

Kini, di kampung saya, air bersih benar-benar menjadi benda langka yang sangat berharga dan sangat sulit didapatkan. Sangat kontras dengan nama desa saya, Banyurojo (raja air).

Kelangkaan air ini kemudian memaksa banyak warga untuk bisa lebih beradaptasi dengan keadaan. Saya salah satunya.

Sebagai salah satu makhluk yang paling sering menghabiskan banyak waktu di kamar mandi, saya kini harus lebih hemat dan selektif dalam menggunakan air.

Sebisa mungkin, saya akan berusaha untuk tidak berak atau kencing di siang hari, karena susah sekali mendapatkan air untuk cebok. Kalau malam sih oke saja, karena masih bisa nunut berak atau kencing di kali di depan kompleks perumahan akademi militer di seberang kampung. Persetan dengan petugas jaga yang mungkin bakal menyorot pantat kenyal saya dengan lampu senter. Anggap saja itu cendera mata salam kenal dari saya. Bukankah pepatah mengatakan: Tak kenyal maka tak sayang?.

Kalaupun terpaksa harus buang hajat siang hari, ya mau bagaimana lagi. Saya harus berubah menjadi orang kulon yang cukup cebok dengan menggunakan tissu. Berat memang, tapi tetap harus dilakukan (yo meh piye meneh). Okeee, Menurut ajaran agama saya, cebok dengan tissu memang diperbolehkan, tapi bagi saya, tetap saja, rasanya belum marem kalau belum menggunakan air.

Urusan wudhu pun saya terpaksa harus mbukak yutub dulu, cari video tutorial bagaimana cara berwudhu dengan satu gelas air (1 mud). Dan alhamdulillah, sejauh ini, belum ada masalah.

Untuk urusan ngopi, kini saya tak bisa sembarangan ngopi-ngopi bareng kawan-kawan di kamar loteng saya. Maklum, air di galon harus saya manfaatkan dengan seefektif mungkin. Boleh ngopi, asal air bawa sendiri. Terkesan kejam dan tega memang, tapi mau bagaimana lagi. Bukankah "tanah air" memang sudah selayaknya diperjuangkan? hehehe.

Tapi dari seluruh problema air bersih ini, setidaknya ada satu berkah yang bisa saya dapat. Setidaknya, kini saya tak bakal berani coba-coba buka situs esek-esek. Tentu ada alasan lain selain alasan "takut dosa".

Please deh, di saat kondisi krisis air seperti ini, rasanya kurang etis kalau harus menghabiskan air bergayung-gayung hanya untuk mandi junub cuma karena khilaf memainkan jari-jari tangan.

Oh, ya, untuk kawan-kawan (terutama kawan-kawan perempuan), saya sarankan jangan mampir dulu ke rumah saya. soalnya, sudah dua hari ini saya ndak mandi.

Bukan apa-apa sih, saya cuma takut, kalian bakal jatuh cinta sama aroma tubuh saya. Cukuplah gigi saya saja yang menyihir kalian, aroma tubuh saya jangan.

Tertawa bersama, sehat bersama

| Monday, 20 April 2015 |



“Tertawa adalah tanda bahagia, tapi akan lebih bahagia jika anda bisa membuat orang lain tertawa”, begitulah kata kangmas Albert Einstein.

Tentu saya sangat sependapat dengan beliau, karena bagi saya, berbagi tawa memanglah sesuatu yang sangat menyenangkan dan bikin ketagihan, Lebih nyandu ketimbang ciu.

Tertawa itu menyehatkan. Jadi bisa dibilang, cara termurah untuk menjadi seorang dokter adalah dengan membagikan hal-hal yang lucu yang mampu membuat orang lain tertawa.

Beberapa waktu yang lalu, saya dan dua kawan saya, Nico dan Kebo mencoba membuat akun twitter yang mengusung twit humor, akun tersebut kami namai @CocotSelo. Misinya ya itu tadi: membagikan hal-hal yang lucu.

"Akun Dagelan waton Muni, Kadang ora dipikir, jadi rasah protes nek ra lucu... Meh Follow yo Karepmu, Ra Follow yo Matamu", begitulah bio yang tercantum di akun humor ini.



Saya, Nico, dan Kebo adalah kawan sepermainan, kami bertiga sering nongkrong dan ngobrol ngalor-ngidul sembari ngopi dan bermain kartu bareng di kamar loteng saya. Dari obrolan tersebut, sering kali terlontar guyonan-guyonan yang menurut kami lucu. Atas dasar itulah, kami kemudian membuat akun Cocotselo, yaitu untuk menampung guyonan-guyonan tersebut lewat twit. Harapannya agar guyonan-guyonan tersebut bisa dinikmati tidak hanya oleh kami bertiga.

Karena keseharian kami menggunakan bahasa Jawa, maka Cocotselo pun kami isi dengan twit-twit lucu (lucu menurut kami) berbahasa Jawa, biasanya soal asmara atau sosial.

Selain twit, kadang kami juga mengisi cocotselo dengan meme yang dibuat sekenanya. Yah, ndak lucu-lucu banget sih, tapi lumayan lah, ada saja barang sepotong dua potong manusia yang mau ngretweet.





Alhamdulillah, akun ini ternyata mendapat respon yang cukup baik. Pelan tapi pasti, follower mulai berdatangan. Follower cocotselo kini sudah mencapai 1700-an.

Puas dengan Cocotselo, Saya dan Nico ingin kembali membuat akun lucu-lucuan yang lain, tapi kali ini, kami ingin membuat akun dengan konsep grup, sehingga nantinya, bukan hanya saya, Nico, dan Kebo yang bisa memposting konten lucu, melainkan seluruh anggota grup juga bisa ikut berkontribusi menyebarkan kelucuan.

Kami akhirnya memilih Sebangsa.com sebagai platform eksplorasi kami. Alasannya sederhana: Sebangsa adalah sosial media buatan anak negeri, dan fiturnya tidak kalah canggih dibanding sosial media global kebanyakan.

Grup di Sebangsa ini kami namakan Dagelan. Anggotanya baru sedikit, yah, namanya juga masih akun baru.

Tentu saya akan sangat berbahagia kalau sampeyan mau bergabung dan meramaikan grup Dagelan ini. Yah, siapa tahu sampeyan punya stok bahan humor yang turah-turah. Ingat, Humor itu seperti birahi, kalau tidak dilampiaskan, bisa berbahaya. hehehe

Wah, tapi saya belum punya akun Sebangsa je mas Agus...

Ya tinggal bikin tho, gitu aja kok gundah...

Hanyalah Wong Cilik

| Sunday, 19 April 2015 |



"Presiden'e meh sopo, nasibe wong cilik koyo dhewe ki yo tep podo wae"

Wong cilik yang sudah biasa rekoso mungkin sudah menganggap bahwa default hidupnya memang sudah disetting rekoso. Jadi ketika kondisi hidup dirasa sulit, dia hanya nggresulo sebentar dan misuh sekedarnya, setelah itu, ya biasa saja: ngudud, ngopi, ngarit, tidak menghujat siapa-siapa, tidak nyumpahi siapa-siapa.

Kalaupun harus menghujat presiden, menghujatnya ya cuma sebentar, tidak ndremimil seperti buzzer awal bulan. Karena ia menganggap, hidup itu lumrahnya memang harus begitu, harus rekoso.

Mereka sadar, susah itu pasti, tapi ketenangan adalah hak. jadi, Walau keadaan susah, pikiran mereka tetap jreeng, tidak spaneng.

Mereka tetap bahagia, dan kebahagiaan mereka didapat tanpa perlu piknik. Karena sejatinya, hidup itu sendiri adalah piknik yang sepiknik-pikniknya.

Kabar buruknya, orang-orang semacam ini biasanya tidak punya akun facebook atau twitter, sehingga saya tidak bisa men-Cc atau memensen beliau-beliau ini.

Mungkin karena mereka sadar, bahwa facebook dan twitter hanyalah makhluk yang bisanya cuma bikin spaneng.

Mas Mario, The Commando

| Friday, 17 April 2015 |



Dear Mas Mario Steven Ambarita.

Eh, saya harus panggil mas Mario, atau Mario saja ya? Soalnya saya lebih tua dari sampeyan je mas...Etapi saya panggil “Mas Mario” aja deh, biar lebih sopan.

Mas Mario,...” (tolong jangan dijawab dengan kalimat: “sahabat saya yang super”)

Saya begitu tersentak begitu membaca berita di Merdeka.com tentang aksi mas yang nekat menyusup ke roda pesawat Garuda GA 177 tujuan Pekanbaru – Jakarta dengan cara melompati pagar Bandara Pekanbaru, Riau sesaat sebelum pesawat lepas landas. Lebih tersentak lagi tatkala mengetahui kalau mas akhirnya bisa selamat sampai tujuan (Jakarta). Yah, kendatipun dengan kondisi tubuh yang sangat memprihatinkan: Tubuh membiru dan telinga banyak mengeluarkan darah.

Sungguh sebuah aksi yang sangat dan berani. Aksi yang mungkin akan membuat seorang Limbad pun akan berfikir seribu kali untuk melakukannya. Aduuuh, pucing pala Limbad.

Mas Mario, Dulu saya pernah begitu takjub dengan keberanian para bonek yang berani ndompleng di atas kereta yang melaju dengan kecepatan tinggi demi untuk menonton Persebaya berlaga. Sebuah keberanian berbalut militansi yang sangat luar biasa. Namun begitu mengetahui aksi mas Mario, keberanian para bonek tadi jadi terlihat berkurang cukup banyak di mata saya. Ternyata memang benar apa kata pepatah, di atas langit, masih ada langit, di atas Bonek, masih ada yang lebih Bonek.

Aksi sampeyan benar-benar membuat heboh jagad penerbangan. Berita tentang sampeyan bercokol di tangga teratas aneka portal berita.

Mas Mario, aksi sampeyan mengingatkan saya pada sebuah film lawas berjudul Commando, Di film besutan tahun 1985 yang dibintangi oleh Arnold Schwarzenegger (yang berperan sebagai John Matrix) itu, ada adegan yang hampir serupa dengan aksi yang sampeyan lakukan. Yakni adegan saat si John Matrix ndompleng di roda pesawat terbang. Tapi aksi tersebut jelas tidak ada seupil-upilnya jika dibandingkan dengan aksi sampeyan, mas. Karena adegan si John Matrix itu hanya adegan dalam film, bukan adegan nyata, lagipula, di film tersebut, si John Matrix tidak ndompleng sampai Jakarta, melainkan cuma sampai ujung bandara, untuk kemudian lompat ke rawa-rawa.

Saya jadi berfikir, mungkin sampeyan lah yang lebih pantas menyandang nama Schwarzenegger, bukan si Arnold itu. Keren lho mas, coba bayangkan, nama sampeyan berubah jadi Mario Schwarzenegger, sangat barat dan sangat “Commando”. Ehhm… Atau kalau sampeyan kurang suka, bagaimana kalau sedikit diubah agar jadi lebih Ngindonesia, Mario Suasanaseger, misalnya... Gimana? gimana?

Mas Mario...

Bagi saya, aksi mas bukanlah sekadar aksi random yang sembarangan seperti kata banyak orang. Karena sebelumnya, Mas Mario telah mempersiapkan segala sesuatunya. Bahkan sampeyan sempat selama 10 hari mengamati Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru dan mancari tahu bagaimana cara untuk bisa menyusup. Sampeyan juga dengan teliti dan cermat memperhitungkan jeda taxying pesawat selama 5 menit di ujung landasan bandara.

Sungguh aksi yang cerdas, nekat, militan, dan.... Sableng.

Aksi yang jelas membuat banyak orang heran, tak terkecuali saya. Gimana ndak heran, Disaat banyak orang mengeluh tentang Jakarta yang berisik, macet, banjir, dan semrawut. Sampeyan malah mempertaruhkan nyawa untuk bisa berangkat ke Jakarta.

Well,pada akhirnya, Keheranan saya akan aksi mas akhirnya terjawab. Sampeyan rela berangkat ke Jakarta dengan toh nyowo ternyata demi untuk menemui seseorang, seseorang yang katanya sangat-sangat sampeyan idolakan. Dan seseorang itu ternyata adalah... Jokowi., ya Jokowi... Presiden yang sangat sampeyan kagumi.

Entah benar apa tidak, tapi begitulah alasan yang sampeyan kemukaan saat ditanya oleh para wartawan terkait motivasi sampeyan melakukan aksi yang bikin kuduk berdiri itu. (btw, kenapa harus Jokowi sih mas?).

Well, Saya tak perlu keheranan dua kali. Karena saya tahu bagaimana rasanya mengidolakan seorang tokoh.

Memang benar, rasa cinta yang berlebihan kepada sang idola kerap mematikan nalar manusia. Saya sendiri sudah membuktikannya.

Adalah Freddie Mercury, si vokalis Queen, manusia yang bisa membuat saya menjatuhkan pilihan untuk mengidolakannya. Alasannya simpel: Dia Mrongos, dan luar biasa. Sebagai salah satu duta pria mrongos Indonesia, saya merasa harus mengidolakan tokoh yang juga mrongos tapi mempunyai prestasi yang sensasional. Dan Freddie Mercury adalah jawabanya. Sebenarnya, Luiz Suarez juga masuk kriteria, tapi sayang, dia bukan pemain MU, jadi saya terpaksa mencoretnya dari daftar. Tapi tenang, Diding Boneng tetap masuk list kok.

Rasa cinta saya pada Freddie Mercury membuat saya sering menirukan gayanya saat tampil di panggung. Saya sering secara spontan menirukan gaya berjalannya sambil membopong stan mic, dengan langkah yang dibuat sedemikian manja, kadang berlari-lari kecil, kadang merenggangkan kaki sambil mengepalkan tangan di atas. Dan itu sering saya lakukan di hadapan kawan-kawan saya. Saya bahkan tak canggung melakukan aksi tersebut di hadapan guru ngaji saya, beliau bahkan sampai berseloroh “wooo, dasar cah gendeng” sambil tersenyum geli melihat tingkah saya, tapi saya cuek saja.

Gara-gara Freddie pula, saya sering berniat memanjangkan kumis (kebetulan, Freddie punya kumis tebal), walau banyak kawan-kawan saya yang sudah memperingatkan, bahwa wajah saya tak akan lebih mendingan dengan bantuan kumis tebal di bawah hidung saya.

Yah, mungkin ini yang namanya nalar mati karena idola.

Seandainya Freddie Mercury masih hidup dan sekarang tinggal di Jakarta, saya mungkin tak akan berfikir dua kali untuk menemuinya. Tapi jelas bukan dengan ndompleng roda pesawat seperti yang mas lakukan. Saya tak mau badan saya membiru. Sudah pendek, biru lagi. Saya takut nanti orang-orang bakal menyamakan saya dengan galon air isi ulang.

Tapi mas Mario, bagaimanapun, Saya tetap salut dengan tekat dan keberanian sampeyan untuk ndompleng di pesawat dengan mempertaruhkan nyawa sampeyan. Namun saya berharap, jika kelak, di kemudian hari, sampeyan ingin melancarkan aksi yang lebih ekstrem dan lebih “Arnold” lagi, tolong jangan lakukan aksi tersebut demi Jokowi. Lakukanlah demi Raisa, Chelsea Islan, atau minimal salah satu personel JKT48.

Karena saya yakin, Jokowi mungkin tidak akan peduli dengan aksi sampeyan, karena sekarang ini, beliau sedang sibuk “mengurus” urusan negara dan juga sibuk mengurus persiapan hajatan nikahan anaknya.

Saya ndak ingin mas makan ati. Masak, sudah jauh-jauh menggantung di pesawat, eh, masih ditambah digantungin sama Jokowi. Kan nyesek mas. #DiaMahGituOrangnya.

Ya sudah mas. Segini saja. Saya ndak mau menambah beban mas Mario lewat surat terbuka yang sangat tidak jelas ini.

Semoga mas Mario senantiasa diberikan kesehatan, dan lolos dari hukuman (sumpah, saya kasihan sama ibu sampeyan mas). Dan semoga, kelak, Pak Jokowi berkenan untuk memberikan balasan atas aksi mas.

Iyaaaa, Saya pengin banget melihat Pak Jokowi ndompeng di roda pesawat dari Jakarta sampai ke Pekanbaru untuk bertemu mas Mario.

*Terbit pertama kali di Kolom Merdeka.com

Begitulah SMA Tidar

| Sunday, 12 April 2015 |

SMA Tidar, begitulah khalayak menyebut SMA ini. SMA yang dirintis oleh Mayjen Sarwo Edhie Wibowo ini berlokasi di dalam kompleks perumahan akademi militer Panca Arga. Kendati SMA ini sekarang secara resmi sudah berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Mertoyudan, namun para siswa maupun lulusannya lebih senang menyebutnya tetap sebagai SMA Tidar. Terkesan lebih eksklusif dan flamboyan (jarene).

SMA Tidar Magelang

Tahun 2006, saya masih lucu-lucunya, masih benar-benar suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Di tahun tersebut, saya lulus dari SMP Negeri 7 Magelang. Kelulusan ini kelak akan menjadi salah satu fase penting dalam perjalanan hidup saya.

Lulus dari SMP adalah dilema hidup dan pergulatan batin yang maha dahsyat. Karena disitulah muncul sebuah pilihan penting bagi setiap lulusan SMP di manapun berada: Ingin melanjutkan ke SMK, atau ke SMA. Saya mengambil opsi yang pertama, melanjutkan ke SMK. Alasannya klasik, saya teracuni oleh jargon klise bahwa kalau lulus SMK, pasti bakal langsung siap kerja.

Saya pun lantas mendaftar ke SMK Negeri 1 Magelang, SMK yang konon adalah SMK terbaik di kota sejuta bunga, SMK yang ndilalah lokasinya hanya sak udutan dari kampung saya.

Tapi nasib memang berkata lain. Perjuangan saya masuk SMK Negeri 1 Magelang ini harus berhenti di tengah jalan.

Saya harus terdepak dari SMK yang lebih dikenal sebagai SMK Cawang ini. Alasannya sungguh tak dapat diterima oleh perasaan dan nurani: Tinggi Badan. Ya, dulu saya tak lolos tes pengukuran tinggi badan. Tinggi saya waktu itu hanya 150 cm lebih dikit (lebih pendek dari seorang Hobbit sekalipun). Waktu itu, saya benar-benar masih imut, imut dalam arti yang sesungguhnya.

Bapak saya kemudian menyarankan saya untuk mendaftar ke SMK lain, tapi saya sudah kadung mutung.

Di tengah kemutungan saya, bapak mencoba menyarankan saya untuk mendaftar ke MAN (Madrasah Aliyah Negeri). Saran yang justru semakin membuat saya tambah mutung. Bayangkan, sewaktu di SMP saja, saya pernah harus sebegitu bersusah-payah hanya untuk bisa menghafalkan 10 surat pendek, lha mosok sekarang harus masuk MAN, yang notabene bakal penuh dengan hafalan ilmu fikih dan hadits. Bodhol bakule slondok.

“Yo, MAN rapopo, tapi pa'e wae sing sekolah, ojo aku,” kata saya kepada bapak.

Di menit-menit krusial, akhirnya saya melabuhkan formulir pendaftaran di SMA Tidar. Mungkin sebagai pelampiasan atas didepaknya saya dari SMK Cawang, Karena ndilalah lagi, lokasi SMA Tidar juga sama-sama sak udutan dari kampung saya.

Firasat SMA Tidar

Saya akhirnya diterima di SMA Tidar. Lagi-lagi, ini menjadi salah satu fase penting dalam perjalanan hidup saya. Selepas diterima di SMA Tidar, saya langsung mempunyai firasat, bahwa kehidupan saya akan semakin asyik dan bakal penuh dengan gairah.

Firasat saya agaknya mulai benar.

Di hari pertama saya masuk sekolah (tepatnya saat MOS), saya langsung menjadi pusat perhatian. Bukan... bukan, bukan karena pesona saya yang sedemikian cemerlang, namun karena sebuah peristiwa heboh yang terjadi saat pembagian kelas.

Rupanya yang namanya Agus Mulyadi bukan hanya saya. Bedebah, Ternyata ada satu cecunguk lain yang namanya sama-sama Agus Mulyadi. Lebih bedebah lagi, ternyata ia tetangga desa, Jangkrik.

Pembagian kelas pun akhirnya berlangsung dengan sedikit balutan perang urat syaraf.

Nama Agus Mulyadi masuk di dua kelas yang berbeda, yakni X-4 dan X-6. Nah, Permasalahannya adalah: Agus Mulyadi mana yang masuk X-4 dan Agus Mulyadi mana yang masuk X-6. Kalau saya pribadi sih lebih memilih untuk masuk di X-4, karena feeling saya mengatakan, X-4 lebih asoy ketimbang X-6. Feeling perjaka yang baru saja masuk SMA biasanya ciamik.

Ndilalah, si Agus Mulyadi jilid 2 nampaknya juga menginginkan kelas tersebut.

Maka, gesekan kecil pun lantas tak terhindarkan.

“Bapakmu ki ra kreatif, nduwe jeneng kok madan-madani!” umpat saya pada si Agus Mulyadi jilid 2

“Lha, aku ro kowe ki luwih tuwo aku ju, berarti bapakmu sing ora kreatif,” balasnya skak-mat.

Apakah saya menyerah? ooooh, tentu tidak, bukan Agus Mulyadi (jilid 1) namanya kalau langsung tumbang hanya karena skak-mat murahan seperti itu. Saya masih punya segudang argumen defensif yang lebih dari cukup kalau hanya untuk meladeni debat kusir dengan si Agus Mulyadi jilid 2.

“Lha aku jenenge Agus ki le mergo lahir bulan agustus, lha nek kowe kan lahire ora bulan agustus, dadi kowe ki ra nduwe landasan batin sing kuat, intine aku luwih otoritatif lan luwih berhak!”, balas saya defensif.

“Ah prek ndes!” timpalnya kesal. Agaknya ia mulai terpojok. Hahaha, kalah dia.

Urusan soal nama ini akhirnya selesai dengan cara yang agak unik. Saya dan dia akhirnya menentukan pembagian kelas dengan suit alias pingsut. Dan bisa ditebak, saya lagi-lagi menang: saya jentik (kelingking), dia jempol. Jari saya rupanya masih cukup tokcer dan bertuah. Jadilah saya akhirnya masuk kelas X-4.

Transportasi adalah kunci

Masalah transportasi menjadi masalah utama saya di awal-awal masa sekolah.

Walaupun dekat, namun untuk berjalan kaki ke sekolah rupanya cukup menyita waktu dan tenaga. Terlebih waktu itu, saya belum punya motor. Mau nebeng juga belum punya kenalan. Akhirnya, andong pun menjadi pelampiasan.

Pertama kali saya naik andong, saya langsung dipersilahkan untuk duduk di samping pak Kusir. Saya tadinya mengira, itu adalah sebuah penghormatan. Sial, ternyata saya terlalu ge-er. Rupanya memang sudah menjadi aturan baku di kalangan driver andong, bahwa penumpang laki-laki wajib duduk di kursi depan, di samping pak Kusir.

Duduk di kursi depan tentu menjadi pengalaman baru yang menarik dan menyenangkan. Senada dengan salah satu lirik lagu anak-anak legendaris: "Naik Delman istimewa ku duduk di muka, ku duduk samping pak kusir yang sedang bekerja".

Tapi seiring berjalannya waktu, duduk di samping pak kusir ternyata tak selamanya menyenangkan. Bayangkan, di pagi yang indah, sampeyan harus duduk dengan lutut yang ditekuk sedemikian sempit, ditambah dengan pemandangan pantat kuda di depan sampeyan. Tentu bukan pemandangan ideal untuk anak muda yang baru puber.

Perlu sampeyan tahu, Seseksi dan sesemok apapun kuda tersebut, pantatnya tetaplah pantat kuda, pantat yang jauh dari erotis dan sangat tidak menggairahkan.

Duduk persis di belakang pantat kuda semakin terasa sangat menyebalkan. Terlebih jika sampeyan harus rela sesekali terkena kibasan ekor kuda yang baunya sangat tidak sedap itu. Kita semua tahu, ekor kuda tak pernah terkena sentuhan busa Rejoice atau Emeron. Jadi jangan harap sampeyan bakal mencium aroma jasmin atau levender dari ekor kuda yang menyapa hidung sampeyan.

Saya hanya betah naik andong kurang dari seminggu. Selebihnya, saya lebih memilih untuk berjalan kaki.

Seiring dengan bertambahnya kenalan, Intensitas jalan kaki saya semakin berkurang, karena setiap kali saya menunggu di depan gerbang perumahan Panca Arga, biasanya ada saja kawan satu kelas yang menawari saya tebengan (atau lebih tepatnya: saya memang sengaja menunggu tebengan).

Masalah transportasi pun akhirnya terpecahkan dengan sangat cantik dan elegan. Sungguh rezeki anak sholeh.

Di Kandang Macan

Bersekolah di SMA Tidar rupanya memunculkan sebuah sekuritas yang maha tinggi. SMA ini bisa dibilang menjadi salah satu SMA paling aman. Saya katakan aman karena hampir tak ada SMA atau SMK lain yang berani nglurug (menyerang) SMA ini. Bagaimana mau nyerang, Lha wong lokasinya saja berada di dalam kompleks perumahan akademi militer je. Hanya siswa SMK Khilaf saja yang mungkin punya niat untuk menyerang SMA ini.

Hal ini bukan omong kosong.

Pernah suatu ketika, serombongan siswa dari salah satu sekolah swasta di Magelang mencoba nglurug SMA Tidar. Hasilnya sudah bisa ditebak: gagal total.

Serombongan siswa khilaf tersebut tumbang di langkah awal oleh hadangan PM (Polisi Militer). Para siswa tersebut langsung kocar-kacir tak berkutik dengan bentakan sang PM. Saya tak heran, karena Se-gentho-gentho-nya anak SMK, tentu bakal ciut nyalinya kalau harus berhadapan dengan Polisi Militer yang kepalan tangannya saja segedhe toples lebaran.

Pepatah klasik mengatakan: "Pemenang sejati bukanlah dia yang mengalahkan musuhnya di medan perang, Pemenang sejati adalah dia yang mampu menghindari perang demi kemaslahatan".

Pepatah ini agaknya cocok ditujukan untuk anak-anak SMA Tidar.

Kami para siswa SMA Tidar benar-benar menjunjung tinggi prinsip ksatria: "Musuh jangan dicari, tapi kalau musuh datang, biarlah PM yang menangani"

Penggelandangan

Sewaktu kelas satu, ada sebuah peristiwa yang tak akan pernah saya lupakan.

Saya sedang duduk-duduk di beranda kelas, saat tiba-tiba, seorang guru menarik saya dan menggelandang saya ke kantor guru. “salah saya apa pak?” tanya saya dengan wajah yang ketakutan. “wis, teko melu”, jawabnya tegas. Saya digelandang bagaikan seorang gepeng saat razia Satpol PP. Beberapa kawan yang melihat penggelandangan saya menatap heran dan bertanya-tanya. Mungkin menebak-nebak, gerangan apa yang terjadi.

Saya masih bingung kenapa saya digelandang ke ruang guru. Seingat saya, rambut saya cepak waktu itu, tidak melebihi kerah. Saya juga tidak sedang mbolos jam pelajaran hari itu. Entah apa yang ada di dalam pikiran si Guru sampai-sampai ia menggelandang saya.

Sesampainya di kantor guru, saya kemudian disuruh duduk di kursi pendek di pojokan kantor. Sebentar memang, tapi waktu yang sebentar itu terasa sangat lama sekali bagi saya.

Si guru tadi kemudian mengundang beberapa guru lainnya. Sekira belasan guru kemudian berkumpul. “Wah, ngge kembulan tenan iki aku,” batin saya.

Di saat jantung saya berdetak dengan sangat hebat, sangat tidak terduga, Si Guru yang tadi menggelandang saya itu kemudian menyalami saya dan mengucapkan “Selamat Ulang tahun, gus”, yang diikuti oleh guru-guru lainnya. Beberapa guru kemudian nampak bersorai. Saya terdiam beberapa saat. Seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja saya alami.

Terlalu sulit untuk tidak sentimentil. Saya sendiri bahkan tidak tahu kalau hari itu adalah hari ulang tahun saya. Ingin rasanya saya tidak menangis, tapi ternyata sulit. Air mata saya akhirnya mengalir dengan sebegitu deras. Bendungan berkedok "laki-laki tidak boleh menangis" pun akhirnya jebol juga.

Itulah kali pertama bagi saya diberikan ucapan selamat ulang tahun tanpa saya harus memberitahukan hari ulang tahun saya. Waktu itu belum jamannya facebook. Friendster pun belum sedemikian cemerlang. Jadi selamat ulang tahun masih menjadi ucapan yang masih begitu klenik dan mewah.

Belakangan saya dengar kabar (entah benar entah tidak), kalau guru yang menggelandang saya itu sudah pindah dari SMA Tidar dan kini menjadi kepala sekolah.

Pak Udin. Begitulah saya memanggil beliau.

Belajar dengan Adrenalin yang terpacu

Belajar di SMA Tidar benar-benar memberikan sensasi tersendiri bagi segenap siswanya. Betapa tidak, seminggu sekali, pada hari jumat, para siswa akan belajar di bawah naungan suara desingan peluru. Suara tersebut tak lain dan tak bukan adalah suara riuh latihan perang yang diselenggarakan oleh akademi militer.

Hari Jumat memang menjadi hari wajib latihan militer di lapangan tembak yang lokasinya memang tak jauh dari kampus SMA Tidar. Jadi jangan heran kalau setiap jumat, suara senapan sahut-menyahut sedari pagi, bahkan sesekali diselingi suara dentum ledakan. Awesome sekali.

Ini sensasi baru dalam kegiatan belajar-mengajar. Bagaikan bersekolah di daerah konflik, namun tetap aman-sentosa dan tak khawatir bakal kena mortir atau peluru nyasar.

Saya dan meja Ping-pong

Jam kosong adalah surga bagi saya. Saya tak pernah menghabiskan waktu jam kosong di kantin seperti kebanyakan siswa. Saya biasanya menghabiskan waktu jam kosong dengan bermain ping-pong di aula bersama kawan-kawan dekat saya: Sentiko, Anugrah, dan Dicky.

Kami berempat benar-benar keranjingan ping-pong, terutama Saya dan Sentiko. Saya dan Sentiko bahkan pernah suatu kali masuk ke gudang gereja POUK (Persekutuan Oikumene Umat Kristen) ─salah satu gereje kristen di kompleks Panca Arga─ di malam hari hanya untuk bermain ping-pong. Kami bermain dari jam 10 malam sampai lepas dini hari. Permainan bisa saja baru akan berakhir di pagi hari jika saja Sentiko tidak mendapat sms ancaman dari ibunya untuk segera pulang.

Kami berempat mulai keranjingan bermain ping-pong di aula sejak kami melihat beberapa karyawan dapur dan beberapa guru laki-laki bermain ping-pong selepas jam pulang sekolah. Kami lantas meminta ijin untuk menggunakan meja tersebut saat jam kosong atau jam istirahat. Dan rupanya kami diizinkan.

Belakangan, jadwal bermain ping-pong kami semakin ekstrem. Kami tak hanya bermain saat jam kosong, kami bahkan pernah beberapa kali kedapatan bermain ping-pong saat jam pelajaran. Hal itu membuat aturan penggunaan meja ping-pong tersebut semakin diperketat.

Pengetatan ini membuat kami mulai mengurangi intensitas olahraga tampar bola ini, walau sesekali kami masih sering mencuri waktu untuk tetap bermain.

Intensitas bermain ping-pong baru benar-benar hilang di masa-masa menjelang ujian nasional.

Asmara SMA

Tiga tahun saya mengarungi bahtera pendidikan di SMA Tidar (alhamdulillah, saya belum pernah tidak naik kelas). Selama tiga tahun tersebut, saya sempat empat kali jatuh cinta pada teman wanita. Tiga diantaranya kawan setingkat kelas, satu sisanya adik kelas.

Di SMA inilah, saya pertama kalinya berani menembak teman yang saya taksir. Dan pertama kalinya pula saya ditolak. Ditolaknya dengan telak pula. Tas-tes, bat-bet, tanpa tedeng aling-aling.

Bayangkan, Sesaat setelah saya mengutarakan perasaan saya, jawaban si dia hanya singkat dan sangat tidak basa-basi: “yo, tapi aku ora!” jawabnya lugas. Dan ia pun berlalu begitu saja. Seakan-akan seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Asuuuu.

Ah, Mungkin ia waktu itu belum terlalu khilaf untuk bisa menerima saya.

Sungguh penolakan yang sangat bengis. Penolakan yang lebih kejam dari rezim otoriter manapun. Tidak ada kata-kata pengayem seperti “kamu terlalu baik buat aku”, “aku belum boleh pacaran sama mama”, atau “aku masih pengin konsentrasi sama sekolah”, atau minimal kata-kata penolakan yang halus lainnya.

Tapi tak apa, setidaknya, saya sudah berani mengungkapkan perasaan saya. Sungguh pun saya ditolak. Sebuah debut asmara yang tidak terlalu gemilang sih. Tapi debut tetaplah debut, yang kelak akan menjadi kenangan rekam jejak yang berati bagi saya. Berani nembak saja saya sudah senang. Urusan hasil, itu nomor enam (nomor satu sampai lima, tetap Pancasila).

Saya jadi ingat dengan petuah Bu Resmi, salah satu guru idola saya di SMA Tidar. Kata beliau, "Kalau kamu berani jatuh cinta, kamu juga harus berani cintamu jatuh".

Iya sih bu, saya berani cinta saya jatuh, tapi mbok yo ampun gasik-gasik banget ngoten lho :)

Begitulah SMA Tidar

Ah, sungguh SMA Tidar telah memberikan kenangan yang teramat indah dan tak akan pernah terlupakan. SMA Tidar benar-benar telah mengisi perjalanan hidup saya dalam rangka menempa diri demi menjadi pria yang lincah dan trengginas.

Kini, tak terasa, sudah enam tahun berlalu sejak saya lulus dari SMA tercinta ini.

Belakangan, kabar tentang kawan-kawan saya pun mulai menggaung. Kawan-kawan saya sesama SMA Tidar sudah banyak yang jadi orang besar. Ada yang jadi Prajurit Taruna, ada yang jadi dokter, ada yang jadi seniman, ada yang jadi abdi negara, ada yang jadi pendakwah, ada juga yang jadi aktivis. Bahkan kawan sebangku saya dulu, sekarang jadi vokalis Lapiezt Legiet, salah satu Band Reggae lokal yang sangat ngehits dan punya nama besar di Magelang dan sekitarnya.

Duh, SMA TIDAR, kowe pancen well



*Ditulis pertama kali untuk naskah Buku MEMBACA MAGELANG 3
*Gambar terakhir adalah gambar saya sewaktu SMA, mengenakan seragam SMA Tidar, dan dengan mingkem yang sangat dipaksakan

Lebih Dari Sekadar Koplo Unplugged

| Monday, 6 April 2015 |

Salah satu kegembiraan saya karena bisa berkenalan dengan youtube adalah, Saya banyak menemukan grup-grup dangdut koplo akustik amatir yang menurut saya tak kalah menghibur ketimbang grup orkes dangdut koplo "mayor" yang sudah punya jam terbang tinggi dan sudah manggung di berbagai daerah.

Saya selalu tertarik untuk menonton video dangdut dari berbagai orkes dangdut. Namun sayang, birahi saya sering tak terkontrol kalau melihat dangdut koplo dengan biduan berbusana seronok serta dengan goyangan yang seringkali lebih "ngguyer" ketimbang putaran piston Jupiter MX.

Kalau sudah begitu, orkes koplo akustik amatir (atau istilah kerennya Orkes Koplo Unplugged) seringkali menjadi opsi yang aplikatif, karena biasanya mereka murni hanya menampilkan skill bermusik, bukan goyangan. Hati gembira, birahi juga tak meronta.

Beberapa minggu yang lalu, di youtube, saya beruntung karena menemukan Elsanada, sebuah grup orkes dangdut akustik amatir yang beranggotakan para pekerja perantauan Jawa di Malaysia.

Saya melihat, ndangdutan bagi Elsanada adalah salah satu cara yang paling elegan untuk melampiaskan kerinduan pada kampung halaman. Ketika mendengarkan ndangdut mereka, rasanya kok ya, menyenangkan, sekaligus trenyuh. Seakan-akan saya ikut merasakan langsung bagaimana menjalani kehidupan di rantau sana.

Ada jiwa dalam musik dangdut koplo yang mereka bawakan. Bukan sekadar musik pesanan penonton yang cukup dibayar dengan imbalan uang. Namun lebih dari itu, Musik mereka membawa pesan kerinduan yang dalam kepada handai taulan di kampung halaman. Begitulah dangdut, selalu multitafsir.

Saya bahagia, karena sudah menjadi salah satu pendengar mereka.

Nah, barusan, saya kembali menemukan orkes dangdut koplo amatir lain yang juga mempunyai daya tarik entertain yang luar biasa. Namanya New DIK (Dolopo Interpres Koplokustik), grup orkes ini berasal dari Madiun.

Saya akui, Orkes koplo ini sangat menghibur, karena dalam membawakan lagu-lagunya, selalu diawali dengan prolog tentang curhatan tentang lagu yang akan dinyanyikan. Prolog tersebut dibawakan dengan gaya dagelan, sehingga seringkali membuat saya terpaksa terkocok perutnya.

Saya tak tahu apakah sampeyan akan sependapat dengan saya. Namun saya kira, dalam urusan musik, selera memang tidak bisa dipaksakan.

Sengaja saya share video New DIK di bawah ini untuk anda, karena saya merasa, dangdut koplo New DIK ini terlalu indah untuk saya nikmati sendiri.

Salam Koplo, salam Gegana (Gelisah Galau Merana), Ngibing buooooos #SayNoToSenggolBacok

Kucing Malang, Kucing Sayang

| Saturday, 4 April 2015 |

Ini postingan yang mungkin akan membuat bergidik bagi sebagian pembaca. Soalnya, akan ada beberapa gambar mengerikan (disturbing picture) yang kemungkinan akan membuat pembaca tidak betah, jadi sebaiknya, untuk para wanita yang punya hati lembut dan mudah rapuh serta tidak tegaan, saya sarankan sampeyan untuk tidak meneruskan membaca artikel ini lebih lanjut (lebih baik membaca hati saya saja).

Jadi begini, saya mau cerita...

Sudah beberapa hari terakhir ini, rumah saya sering didatangi oleh seekor kucing bercorak kembang telon yang cukup manis manja group (Oh ya, sebagai informasi, saya ini adalah seorang pecinta kucing, sebelumnya, saya pernah menuliskan kisah saya dengan kucing-kucing yang pernah saya pelihara, silahkan cari sendiri di bagian daftar isi), tapi sayang, kucing manis ini berkurang manisnya karena ada luka yang cukup mengerikan pada wajahnya.



Separuh wajahnya koyak dan berlubang dengan kedalaman sekitar satu sentimeter, bagian pipi dan mata sebelah kanan sudah tidak nampak lagi. Terlihat sangat mengerikan.

Si kucing malang ini sudah beberapa malam numpang tidur di kursi di beranda rumah saya. Biasanya sekitar jam 11 malam sudah ndekem manis, lalu pagi harinya sudah hilang entah kemana. Sungguh kucing yang tahu diri, ia mau menginap hanya pas malam hari saja, mungkin ia sadar, ia akan membuat banyak orang histeris kalau menampakkan diri di siang hari bolong.

kalau boleh jujur, Saya sebenarnya sudah pernah beberapa kali melihat kucing dengan luka yang mengerikan, tapi saya rasa, belum pernah saya lihat yang semengerikan ini.



Oh ya, ngomong-ngomong soal luka mengerikan pada si kucing manis ini, iseng-iseng, saya mencoba membuat analisis sederhana tentang penyebab terjadinya luka si kucing tadi. Dan setelah melalui proses penyelidikan sederhana, akhirnya, muncullah tiga kemungkinan penyebab luka pada si kucing manis nan malang ini.

Apa sajakah?

Pertama, karena perkelahian yang begitu hebat dan spartan dengan sesama kucing. Kita semua tahu, bahwa dalam sebuah ekosistem sosial, bukan hanya manusia saja yang perlu berkelahi demi sebuah eksistensi, terkadang kucing pun demikian. Entah karena perkara harga diri, berebut daerah teritorial, atau bisa jadi karena berebut betina (biasanya ini kucing yang rapuh hatinya). Ah, tapi ini urusan politis dan internal antar dunia kucing, jadi saya tak berani berspekulasi terlalu jauh.

Kedua, karena digebug dengan sangat keras oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab. Ini kemungkinan yang cukup besar koefisiennya. Karena selama ini, di lingkungan tempat saya tinggal, cukup banyak warga yang tak suka dengan kucing, maklum, namanya juga kucing, kalau lapar, sering kali nekat jadi begal pindang atau ayam goreng. Ini sudah jadi keniscayaan, karena menurut saya, tak ada kucing yang seratus persen baik hati dan tidak suka mencuri, kalaupun ada, itu hanya Doraemon.

Ketiga, karena luka bawaan. Kemungkinan ketiga ini sengaja saya masukkan list setelah saya mendengar informasi dari bulik saya, yang mengaku pernah tahu kalau kucing ini dulunya punya luka kecil menganga di bagian dekat mata kanannya. Entah karena infeksi atau sebab tertentu, bisa jadi luka yang sudah sedemikian mengerikan seperti sekarang ini adalah hasil pemekaran luka lama yang dulu hanya seuprit. Bisa saja tho?

Nah, itulah beberapa kemungkinan penyebab terjadinya luka pada wajah si kucing malang tadi.

Eh, tapi percuma juga ding saya bahas penyebabnya, toh, apapun penyebabnya, saya tetap saja tak mampu mengobatinya. Lha kalau luka lecet, mungkin masih bisa saya tangani, lha kalau luka ngeri seperti itu? saya juga bingung sendiri je. Angkaat tangan saya.

Sebenarnya, Saya sih pengin sekali memungut dan merawatnya, tapi rasanya tak mungkin. Keluarga saya sudah tak mengizinkan saya untuk menambah kucing peliharaan lagi, terlebih lagi kondisi kucing pendatang yang satu ini sangat-sangat mengerikan, yang sudah barang tentu akan semakin menambah kadar larangan bagi saya untuk memungutnya.

Pada akhirnya, saya hanya bisa menyediakan tempat di teras rumah sambil sesekali menyediakan makanan untuk si kucing. Tak lupa juga saya berdoa dan berharap, semoga si kucing senantiasa diberikan kesehatan, dan disembuhkan lukanya oleh Sang Maha Pemberi Kesembuhan (tolong diaminkan, pembaca)

Oh ya, Dipersilahkan kepada para spammer yang ingin mengambil foto kucing di blog ini untuk diposting di facebook dengan caption foto: "Mohon katakanlah 'Amin' bagi yang melihat gambar ini, untuk mendoakan kesembuhan bagi kucing malang ini"

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger