Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Kejamnya Monopoli Microsoft

| Saturday, 29 March 2014 |

Kalau ditanya, seberapa besarkah ketergantungan masyarakat Indonesia pada Microsoft Windows, maka jawaban yang paling aplikatif adalah 'Sungguh amat sangat'. Ya, memang tak dapat dipungkiri bahwasanya kita segenap masyarakat Indonesia memang sudah kadung terbiasa dan mathuk dengan peranti lunak Microsoft Windows. Dari SMP sampai SMA (bahkan sampai Universitas), kita sudah dibiasakan dengan peranti lunak ini. Jelas sangat susah untuk menyuruh masyarakat kita untuk beralih ke OS lain. Ibarat lagunya Kla Project, "Tak bisa ke pindah lain Hati OS". Hal ini kemudian memunculkan budaya "Kulino Windows" di ranah pelajar kita.

Budaya "Kulino Windows" di lingkungan pelajar ini pun mau tak mau kemudian dibawa pula ke ranah korporasi alias tempat kerja. Maklum saja, karena para pelajar nantinya memang disiapkan untuk dunia kerja. Sehingga para rekrutan karyawan perusahaan-perusahaan di Indonesia ini sebagian besar diisi oleh generasi-generasi yang sudah terbiasa menggunakan Microsoft Windows. Generasi-generasi yang malas untuk beralih ke peranti lunak lain dengan alasan klasik: Wis Kadung kepenak.



Jangkankan untuk berpindah dari perangkat lunak Windows ke perangkat lunak lain semisal OS open source, lha wong untuk sekedar beralih dari Windows XP ke Windows 7 (yang notabene masih sama-sama microsoft dan tampilan user interface-nya tak terlalu beda jauh) pun masih banyak orang yang enggan. Lagi-lagi pembelaanya ya itu tadi: Wis Kadung Kepenak.

Masyarakat Indonesia memang cenderung memilih enaknya, prinsipnya "Kalau sudah ada yang enak, ngapain pakai yang susah". Dan kecenderungan ini rupanya dimanfaatkan betul oleh Microsoft sebagai pemilik Windows.

Dengan segala kecerdikannya, Microsoft berusaha keras agar bisa memonopoli pasar peranti lunak di Indonesia. Salah satu langkah utamanya adalah dengan menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Perjanjian kerjasama ini ditandatangani tanggal 2 Mei 2011 yang sekaligus bertepatan dengan Hari pendidikan nasional.

Tujuan ditandatanganinya perjanjian ini adalah untuk memperkuat pengetahuan teknologi informasi di dunia pendidikan, serta meningkatkan inovasi dan kreativitas dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang inovatif dan berbasis ilmu pengetahuan.

Sepintas, tujuan perjanjian kerjasama ini memang terlihat sangat mulia, bijak, dan budiman, seolah-olah ada campur tangan Mario Teguh dalam penandatanganan perjanjian ini. Namun tentu perlu diwaspadai, bahwasanya perjanjaian ini sesungguhnya justru sangat merugikan bangsa. Kenapa? karena dengan perjanjian ini, lebih dari 160 ribu sekolah (mulai dari tingkat SD sampai SMA) dan 4500 Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia "dipaksa" untuk menggunakan Windows.

Ini jelas pemaksaan yang kejam, Jauh lebih dari Ibu tiri, (Memangnya sampeyan pernah lihat ada ibu tiri yang maksa anak tirinya untuk terus pakai windows? saya rasa ndak ada #Ndiasmu)

Perjanjian ini kemudian semakin mengukuhkan dominasi Microsoft dalam dunia pendidikan Indonesia. Jutaan siswa sekolah dan mahasiswa Indonesia terus menerus didoktrin dengan mindset Microsoft. Seakan-akan tidak ada OS lain yang eksis selain Microsoft Windows. Pun setali tiga uang dengan OS, office system yang digunakan untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar pun semuanya harus berbasis Microsoft.

Maka jangan heran jika kemudian buku-buku wajib ajar mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk sekolah negeri di seluruh Indonesia materinya didasarkan pada software Microsoft.



Dan parahnya, bukan hanya para murid saja yang dibiasakan dengan Microsoft. Para Guru pun juga demikian. Lewat program "Guru Inovatif" yang diprakarsai oleh Microsoft Partners in Learning (PIL), Microsoft berusaha untuk "meningkatkan" metode pengajaran para guru yang lagi-lagi menggunakan acuan Microsoft.

Hhh, lengkap sudah perbudakan dunia pendidikan kita oleh Microsoft.

Memangnya apa sih salahnya menggunakan peranti Microsoft? tak ada yang salah dalam menggunakan microsoft, yang salah itu kalau dipaksa untuk terus menerus menggunakan Microsoft.

Asal anda tahu, menggunakan Microsoft Windows beserta software pendukungnya itu tidaklah gratis. Ada biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli lisensi penggunaannya.

Sampeyan tahu berapa harga Windows 7 Home Basic Edition yang asli? harganya sekitar 1,1 juta, dan itu hanya boleh digunakan untuk satu PC. Dan asal anda tahu juga, 1,1 juta itu setara dengan harga komputer bekas yang saya pakai untuk mengetik artikel ini (saat ini). Jadi kalau seandainya saya harus pakai windows asli, saya harus keluar duit 1,1 juta, permasalahannya, uangnya dari mana?. Masak iya saya harus jual komputer saya untuk beli lisensi windows yang asli. Lha trus saya mainan komputernya dimana? di hatimu?

Belum lagi kalau kita bicara soal office system (Microsoft Word, Access, Excel, Power Point, dan sebangsanya) yang harganya bisa sampai 700 ribuan untuk satu PC.

Rincian di atas tadi masih hitungan rumah lho, maksudnya harganya untuk PC yang digunakan secara pribadi. Sedangkan untuk PC yang digunakan untuk kantor, harganya bisa melambung sampai 3-4 kali lipat.

Nah, dengan harga yang sedemikian wah, maka Microsoft dengan dominasi dan monopoli software-nya di Indonesia akan mampu meraup uang hingga triliunan rupiah dari para pengguna produk Microsoft di Indonesia, baik Itu Microsoft Windows, Microsoft office, serta aplikasi-aplikasi lainnya. Lha wong untuk lisensi penggunaan produk microsoft di kantor pemerintahan saja nilainya bisa sampai Rp 300 milyar, apalagi kalau ditambah dengan lisensi produk Microsoft dari perusahaan swasta yang jumlahnya tentu jauh lebih banyak ketimbang kantor pemerintahan.

Terbayang kan betapa tekornya negara kita akibat Monopoli Microsoft ini.

Padahal jika mau beralih dari Microsoft ke Peranti lunak Open Source, maka negara bisa menghemat uang banyak sekali, karena Software Open Source bisa digunakan secara gratis, tak perlu membayar sepeserpun, ndak seperti Microsoft yang harga lisensi untuk satu produknya bisa untuk uang muka sepeda motor.

Hal tersebut pun sebenarnya bisa saja terwujud andai pemerintah benar-benar serius mendukung program IGOS (Indonesia Go Open Source, sebuah gerakan untuk meningkatkan penggunakan software open source yang dulu sempat dideklarasikan pada tahun 2004) dan tidak menandatangani aneka perjanjian kerjasama "sesat" dengan Microsoft yang jelas-jelas merugikan.

Padahal dulu tahun 2009, sempat ada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), yang mana salah satu isi poin-nya adalah "Dalam rangka mempercepat penggunaan perangkat lunak legal di Indonesia, maka di WAJIBKAN kepada Instansi Pemerintah untuk menggunakan perangkat lunak Open Source, guna menghemat anggaran Pemerintah".

Namun tentu surat edaran ini sia-sia saja, karena para pagawai instansi pemerintah pun sudah kadung akrab dengan Windows. Logikanya, bagaimana mau membiasakan para pekerja pemerintahan untuk menggunakan perangkat lunak open source jika seluruh siswa beserta unsur pendidiknya sedari awal sudah didoktrin untuk setia menggunakan windows. Bukankah para pekerja pemerintahan itu kan ya diambil dari para siswa-siswa terdoktrin tadi.

Yah, apa lacur, Nasi sudah kadung menjadi bubur (dan tukang buburnya pun sudah kadung naik haji). Jadi mau bagaimana lagi. Saya sebagai penulis artikel ini pun hanya bisa pasrah sambil geleng-geleng prihatin.

Tak sadar, Puluhan juta generasi terpelajar kita terjebak dalam sangkar emas kenyamanan bernama "Microsoft". Entah sampai kapan anak cucu kita akan terus bergantung kepada Microsoft. Semoga ndak sampai kiamat, semoga saja... semoga ... semoga.

Tiga Buku Istimewa dari Puthut EA

| Tuesday, 25 March 2014 |

Rasanya tak pernah terfikir saya bisa bertemu bahkan kenal dengan sosok Puthut EA. Sosok yang ketika namanya anda ketikkan di kotak pencarian Google, maka itu akan menghantarkan anda ke sebuah laman Wikipedia. Dan menurut analisa dangkal saya, sosok yang profilnya bisa sampai masuk di Wikipedia dengan uraian profil yang begitu rinci, tentulah bukan orang biasa. Dan memang begitulah adanya.

Sejauh yang saya tahu, Mas Puthut ini adalah seorang Cerpenis, titik. Walaupun nyatanya, yang bersangkutan juga kerap menulis esai, naskah drama, ataupun novel. Sedangkan di Wikipedia beliau dideskripsikan sebagai seorang sastrawan. yang mana yang bersangkutan sendiri justru kerap menolak saat disebut sebagai sastrawan. Ah, Mungkin maunya Sastrawati.

Jujur, Saya memang bukan seorang militan pencinta cerpen, namun nama Puthut EA jelas tak asing di mata saya. Karena memang mas Puthut EA ini cerpennya sering naik cetak di Berbagai media. Di salah satu blog pengkliping cerpen-cerpen Kompas, Nama Puthut EA bahkan bersanding dengan Agus Noor, Martin Aleida, Triyanto Triwikromo, serta Yanusa Nugroho sebagai cerpenis top yang cerpen-nya sangat sering naik cetak di Koran Kompas.

Pertemuan saya dengan Mas Puthut terjadi begitu saja. Tanpa proses pengawalan protokoler yang kaku dan protap. Kami berdua tahu sosok masing-masing lewat twiter, sungguhpun waktu itu saya belum tahu jelas bagaimana rupa sosoknya, karena Mas Puthut memang tidak mencantumkan potret wajahnya sebagai avatar twitternya.

Dan suatu saat ketika saya berkunjung ke Jogja, beliau menawari saya untuk mampir untuk sekedar ngobrol dan ngopi bareng. Lalu di sebuah kedai kopi di pinggiran kota Jogja, akhirnya kami bertemu. Yah, begitulah awal perjumpaan kami.

Jujur, Setelah membaca beberapa cerpen-cerpen-nya (yang rata-rata menceritakan tentang asmara, kenelangsaan, dan kegelisahan hidup), tentu saya punya ekspektasi tersendiri terhadap sosok Mas Puthut ini, saya mengira sosok mas Puthut ini adalah sosok misterius dan sangar, minimal setara Limbad lah.

Maka ketika Tuhan memperkenankan saya untuk bertemu dengan Mas Puthut di Jogja waktu itu, barulah saya tahu bahwa ekspektasi saya terhadap sosok mas Puthut ini salah besar. Sosoknya ternyata kalem cenderung unyu. Sama sekali tak ada cambang, kumis, maupun jenggot, rambutnya pun tak gondrong. Sangat tidak sastrawan. Kalau saja parameter kesuksesan seorang sastrawan dinilai berdasarkan penampilan. Maka saya berani mengatakan bahwa mas Puthut adalah sastrawan gagal Total. Untunglah kebiasaannya dalam menyeruput kopi hitam bisa menjadi sedikit penegas eksistensi-nya sebagai seorang sastrawan.



Tapi mungkin, inilah hukum seni, Karya yang gahar tak selalu keluar dari sosok yang gahar pula. Dan Mas Puthut membuktikannya. Dari tangannya, lahir ratusan cerpen mempesona nan indah yang sanggup menyihir setiap pembacanya. Kalau diibaratkan jaman pendekar, mungkin beliau ini adalah Arya Dwi Pangga, yang dengan kekaleman sosoknya namun bisa merangkai kata-kata yang dahsyat.

Oh ya, Selain pandai merangkai kata, kelebihan lain yang dimimiki oleh mas Puthut ini adalah bloboh. Beliau ini hobi sekali nraktir, baik itu nraktir makan ataupun nraktir ngopi.

Maka tatkala beberapa kali saya berkunjung ke Padepokan beliau, saya selalu saja diajak ke tempat makan yang menurut beliau enak, dan sayapun kemudian ditraktir makan atau ngopi. Kali terakhir saya malah tak hanya ditraktir makan dan ngopi, tapi juga ditraktir nonton. Hayo, kurang bloboh bagaimana beliau?. Ah, beruntung sekali saya bisa mengenal mas Puthut ini.

Keblobohan mas Puthut rupanya tak berhenti sampai disitu, karena baru-baru ini, saya mendapatkan bingkisan berupa tiga buah buku dari Mas Puthut. Tiga buku ini bukanlah buku biasa, tiga buku yang sangat spesial (tapi tanpa telor lho ya), karena ketiganya adalah buku yang sengaja diterbitkan untuk memperingati 15 tahun mas Puthut berkarya dalam dunia kepenulisan. Ketiga buku ini sendiri sudah dilaunching pada pertengahan bulan Maret ini.

Adalah Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta, Drama itu Berkisah Terlalu Jauh, dan Mengantar dari Luar. Tiga buah buku yang diberikan kepada saya sebagai bingkisan. Dua buku pertama adalah kumpulan Cerpen mas Puthut yang memang dikhususonkan untuk tema Asmara dan Sosial. Sedangkan judul yang saya sebut terakhir adalah kumpulan esai yang disusun dengan sangat peka dan manis oleh Puthut EA layaknya cerpen yang biasa ia tulis.

Sebuah usaha menulis surat cinta. Buku setebal 180 halaman ini benar-benar cocok bagi anda para penggemar cerpen romansa. Buku ini menampilkan 15 cerpen bertema asmara. Namun jelas bukan Puthut EA jika hanya bercerita melulu soal asmara. Puthut EA dengan pandai memasukan banyak sisi kenelangsaan dan kepahitan. Gaya bertuturnya pun tak selalu romantis, karena Puthut acap kali memasukan juga gaya tutur yang agak vulgar, namun jelas tak sebinal stensilan. Cerpen legendaris Sambal keluarga juga masuk lho dalam salah satu dari lima belas judul yang ada di dalam kumcer ini.

Drama itu Berkisah Terlalu Jauh. Kalaulah anda adalah penggemar cerpen bergidik, maka buku setebal 184 halaman ini rasanya harus masuk dalam ceklist belanja anda. Sekali lagi, anda akan disuguhkan dengan 15 cerpen berkualitas ala Puthut EA, namun kali ini temanya bukan lagi asmara, melainkan tragedi kemanusiaan. Dalam buku ini, Puthut EA mengajak kita untuk menyelami kisah-kisah pilu dalam tragedi kemanusiaan, mengungkap sisi gelap sebuah rezim, bahkan sampai soal kematian. Buku ini benar-benar menjadi ajang pamer bagi Puthut untuk menunjukkan spesialisasinya sebagai pembuat cerpen kelam. Dan ya, tentu ada beberapa judul legendaris dari 15 judul yang ada dalam cerpen ini. Dan Cerpen Koh Su menjadi salah satunya.

Mengantar dari Luar. Saya tak bisa bercerita banyak tentang buku yang satu ini, karena saya sendiri belum juga usai membaca keseluruhan buku setebal 534 halaman ini. Tapi yang jelas, kalau berkaca pada kata pengantarnya, dalam buku ini, ada banyak sekali Esai rasa fiksi yang renyah untuk dinikmati. Dari 34 esai yang disajikan, baru satu judul saja yang sudah saya baca, yaitu Hikayat Negeri Tembakau. Itupun karena memang esai ini bercerita tentang tokoh besar dari Magelang (tanah kelahiran saya), yaitu Oei Hong Djien, sehingga saya serasa punya beban moral untuk membacanya terlebih dahulu ketimbang esai-esai yang lain.



Hhh, pada akhirnya, melalui artikel ini, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih pada mas Puthut EA yang kemarin sudah mentraktir saya nonton di XXI (sumpah, itu pertama kalinya saya nonton bioskop di Jogja), mentraktir ngopi, dan yang paling penting karena sudah memberikan bingkisan 3 buku istimewa ini.

Matur suwun lho kang, Jogo kesehatan, Eling tensimu, kae pemean'e dintasi dhisik.

NB : Ketiga buku ini bisa sampeyan dapatkan di @JualBukuSastra, monggo kalau sampeyan berminat.

Mengenang Bluluk Kambil

| Wednesday, 19 March 2014 |

Sampeyan tahu Bluluk kambil? tembuluk kelapa? atau apalah itu namanya. Saya ndak tahu bagaimana penyebutannya di daerah anda, yang pasti, di daerah saya, Bluluk adalah nama penyebutan untuk bakal buah kelapa. Dalam metamorfosis kelapa ala jawa, bluluk berada pada posisi siklus ketiga (Mancung - manggar - bluluk - cengkir - degan - kelopo - kiring).

Bagi generasi platinum (generasi yang lahir tahun 2000 ke atas), mungkin tak banyak tahu tentang bluluk ini, namun bagi generasi 80-90-an, pastinya sudah tak asing dengan yang namanya bluluk ini. Tak mengherankan, karena bluluk memang menjadi salah satu mainan yang populer bagi anak-anak generasi 80-90-an. Saya menyebutnya sebagai puteran bluluk. Itu hanya berupa bluluk yang diberi karet gelang yang ditahan dengan tusukan lidi.

Bluluk kelapa

Bluluk kelapa

Cara bermainnya sungguh mudah. Bluluk diputar berkeliling di lantai atau tanah, sehingga karet gelang yang terpasang kemudian terpilin rapat. Kalau sudah terpilin, angkat dan ambangkan karetnya di udara, maka kita akan melihat bluluk tersebut berputar di udara sampai pilinan karetnya habis dan kembali seperti semula.

Bluluk kelapa

Beberapa ada yang saling mengadu mainan bluluk ini dengan menabrakkannya dengan bluluk lain, barang siapa yang bluluknya berhenti berputar terlebih dahulu, maka dialah yang kalah.

Lah, lalu dimana enaknya? Ah, saya juga ndak tau. Tapi yang jelas, kami para generasi 80-90-an dulu begitu senang melihat perputaran bluluk tersebut di udara. Rasanya begitu menggembirakan, begitu ria, begitu puas, apalagi kalau melihat bluluk tersebut berputar dengan sangat kencang dan lama.

Tadi sore saya iseng membuat puteran bluluk ini. Awalnya tak sengaja, saat saya melintas di jalan, tepat di sebuah perlintasan tepi kebun, saya melihat banyak sekali bluluk muda yang berceceran di tanah di bawah sebuah pohon kelapa. Saya pungut satu, saya bawa pulang ke rumah, dan lantas saya buat mainan puteran bluluk. Itung-itung mengenang masa lalu.

Saya kemudian memainkan mainan bluluk ini di teras rumah, beberapa anak tetangga melihat saya memainkan bluluk ini, dan kemudian langsung mendekat serta mengerubungi saya. Seketika saya kemudian berubah seperti seorang sales panci yang sedang menunjukkan demo kepada ibu-ibu PKK. Maklum, walaupun sempit, namun banyak sekali anak-anak tetangga yang bermain di halaman rumah saya.

"Itu mainan opo tho mas Agus?" tanya salah satu diantara mereka. "Iki jenenge puteran bluluk, dolanan bocah jaman biyen, ngene iki lho carane dolanan!" jawab saya sambil menunjukkan bagaimana cara memainkan mainan sederhana ini.

Bluluk kelapa

Anak-anak kecil tadi kemudian takjub demi melihat bluluk milik saya berputar di udara. Beberapa nampak melongo. Sembari tetap memainkan bluluk saya di udara, Saya pandangi wajah takjub mereka satu per satu. Dan kemudian terbersitlah rasa prihatin saya kepada anak-anak ini. Anak-anak yang tak sempat menikmati bagaimana rasanya membuat mainan sendiri seperti saya waktu kecil saat membuat mainan dari bluluk kelapa ini.

Kreatifitas mereka seakan terjebak dalam kejamnya dunia mainan jaman sekarang yang terlalu monoton dan manja. Mainan yang sifatnya terima beres dan cepat saji. Mainan plastik, mobil remot kontrol, ipad. Semuanya serba canggih, serba digital, serba tekno. Tapi tak lantas membuat anak-anak menjadi kreatif.

Hhh, Dunia memang sudah berubah, generasi yang gemar membuat mainan pada akhirnya harus tergantikan oleh generasi yang gemar mendownload mainan.

Resepsi Pernikahan

| Tuesday, 18 March 2014 |

Kalau bisa diinventarisir, salah satu hal yang paling sulit untuk diterima oleh seorang bujangan adalah Undangan resepsi pernikahan dari kawan seangkatan. Semua tentu sudah tahu, bahwa bagi bujangan, undangan pernikahan adalah bak kartu kuning dalam pertandingan sepakbola. Peringatan yang keras dan sangat nyata.

Karenanya, sangatlah berat bagi seorang bujangan untuk datang ke hajatan pernikahan seorang kawan.

Masalah utamanya tentu bukan masalah amplop, namun pertanyaan-pertanyaan keki dan mbrondong bak intel dari kawan-kawan lain yang hadir. "Kapan kamu mau nyusul dia?". Kalau yang sudah punya pacar sih jawabnya agak mendingan: "Ya nunggu kalau adek cantik ini sudah siap!" (sambil melirik ke arah pacarnya) atau "Insya Alloh tahun depan!". Pokoknya sudah ada yang bisa diharapkan untuk dijadikan pendamping nikah.

Lha kalau Bujangan yang masih bersegel rapat seperti saya ini, kan susah njawabnya. Pacar belum ada, kok sudah ditanya kapan nikah, ini kan sama seperti anak yang belum selesai iqro', namun sudah ditanya kapan khatam Quran. Masih terlalu jauh untuk ditanyakan.

Maka ujung-ujungnya, jawaban yang paling aplikatif adalah "ya, doakan saja biar segera dapat jodoh!".

Kalau saja bukan karena alasan persahabatan, rikuh, maupun pekewuh. Mungkin saya dan bujangan-bujangan lainnya ndak bakal mau datang ke acara hajatan nikahan kawan-kawan seangkatan.

Yang sudah punya pacar sih enak. Datang ke resepsi nikahan berdua, pakai baju dress batik couple. Sudah seperti yang mau nikah saja. Trus nanti kalau hajatan sudah selesai, bisa foto bareng bersama kedua mempelai dengan posisi mendampingi mempelai. Pokoknya serasi lah.

Kalau yang bujangan, mau foto bareng mempelai pun rasanya sungkan. Malah lebih nampak seperti obat nyamuk.

Jujur saja lho ya. Bisa datang ke hajatan hikahan kawan bersama pacar dengan mengenakan dress batik couple adalah salah satu nikmat duniawi yang belum pernah saya rasakan sampai sekarang (Semoga dalam waktu dekat ini, bisa segera terlaksana).

Itulah realitanya. Resepsi pernikahan memang tak pernah ramah dengan kaum bujangan. Ini mungkin sudah hukum alam. Bagi bujangan, resepsi pernikahan kawan adalah ke-nelangsa-an yang semakin menambah beratnya beban kehidupan dalam berasmara.

Lebih nelangsa lagi kalau ternyata yang nikah adalah kawan sendiri yang selama ini kita taksir, dan kita dapat undangannya. Kalau hal ini ndilalah terjadi pada anda, saya sarankan anda untuk datang ke resepsi nikahannya dengan membawa MP3 player, sambil memutar tembang klasik 'Air mata di hari persandinganmu'. Syahdu...

Alangkah hancur dan berkecainya hatiku
Bila ku terdengar berita perkahwinanmu
Gementar hatiku diam tak terkata
Menahan sebaknya di dada
Tahukah engkau sesungguhnya hati ini
Masih lagi menyayangi dan merinduimu


Hobbbbbaaaaa



"Oalah gus, gek patah hati po? selow wae tho, kalau sudah jodoh, nanti juga ketemu di pelaminan kok!"

"Hoo, tapi deknen sing dadi mempelai, njuk aku sing nyinom! Wassssuuuu"

#AkuRodoPopo

Seandainya saya Nyaleg

| Saturday, 15 March 2014 |

Tahun politik, Tahun panas persaingan ribuan caleg untuk bertarung memperebutkan jatah kursi parlemen. Rasanya pas kalau saya bikin postingan tentang caleg.

Entah bagaimana ceritanya, di jagad twitter, banyak sekali kawan yang menanyakan kapan saya nyaleg? Pertanyaan yang cukup menggelitik, menggelitik karena kalaupun saya nyaleg, mereka yang bertanya itu belum tentu mau mencoblos saya.

Saya mencoba untuk berandai-andai seumpama saya adalah seorang caleg. Dan ternyata saja jadi geli sendiri kalau harus membayangkannya.

Agus Mulyadi Caleg

Saya membayangkan saat acara konsolidasi, kemudian saya datang dengan menggunakan mobil, dan saya disambut oleh para pendukung saya sambil satu per satu pendukung berebutan untuk mencium tangan saya. Kemudian saya berdiri berbicara di atas mimbar, menyuarakan visi dan misi saya, yang kemudian disambut dengan teriakan peserta konsolidasi "Agus... Agus... Agus... Agus... Agus..." Persis seperti konser musik Rock.

Saya tentu ingin tampil beda, kalau caleg lain pada tebar pesona dan tebar janji, saya cukup tebar paku saja (Lho, kok malah jadi kaya materi stand up).

Sesuai dengan misi utama saya yaitu "Mengentaskan masyarakat dari kejombloan", maka saya tentu punya pandangan-pandangan program yang ingin saya laksanakan jika saya terpilih nanti sebagai anggota dewan.

Beberapa program yang ingin saya galakkan adalah

1. Program pelatihan Bujangan. Program ini saya harapkan bisa berjalan setiap satu bulan sekali. Dimana program ini adalah berupa workshop dan pelatihan untuk para jomblo/bujangan dalam memikat hati para gadis pujaan. Mentor program ini sengaja saya undang para playboy yang memang sudah ahli bahkan sudah menjadi praktisi dalam dunia percintaan. Saya berharap dengan program ini, para pemuda kita semakin cerdas dan kreatif dalam hal mbribik, nyepik, maupun nggebet.

2. Program subsidi manten anyar. Program ini adalah berupa bantuan subsidi modal bagi para pengantin baru yang ingin berwirausaha. Program ini saya harapkan bisa mendorong para muda-muda agar bisa lebih kreatif dalam menciptakan dan mengembangkan usaha, sehingga punya bekal jangka panjang untuk mengarungi kehidupan berumah tangga. Program ini didasarkan pada rasa prihatin saya kepada para gadis yang terus saja dicekoki dengan janji-janji manis nan palsu oleh kekasihnya namun tidak segera diajak nikah. Nah, melalui program ini, saya berharap agar pemuda yang sudah siap berumah tangga membulatkan tekat untuk melamar sang pujaan hati.

3. Program krim muka gratis. Dalam program ini, tujuan saya adalah ingin meningkatkan tingkat pede bagi para pria dekil, burasen, dan Imelda (ireng meling dangkalen). Saya paham bahwa masalah muka adalah masalah utama bagi para pria yang dilanda kejombloan. Karenanya saya akan berusaha menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan cream facial wash seperti vaseline, Biore, dan sebangsanya agar bsia memberikan subsidi kepada para pria dengan kategori yang saya sebutkan tadi agar tingkat kepercayaan diri mereka di depan wanita meningkat seiring dengan pemakaian krim wajah yang teratur dan perlahan tapi pasti bisa mencerahkan dan melembutkan kulit muka mereka.

Nah, Dengan 3 program andalan inilah, saya berharap bisa membantu menurunkan angka kelajangan di negara kita tercinta ini.

Kalau untuk metode kampanye. Sebagai blogger tentu Saya tentu akan memanfaatkan media sosial dan blog untuk mengenalkan diri saya kepada khalayak. Cara ini saya nilai cukup ampuh untuk menarik massa, terutama segmentasi anak muda. Tapi walaupun begitu, cara konvensional seperti pasang baliho pun akan tetap saya lakukan, walaupun intensitasnya tak terlalu banyak, cukup dengan baliho besar yang dipasang di beberapa daerah yang strategis. Saya tak mau memasang stiker, poster, dan segala macam, karena itu bisa menjadi sampah visual yang sangat susah dihilangkan pasca masa kampanye. Berbeda dengan Baliho yang mudah dicopot dan bisa dimanfaatkan kembali.

Untuk hiburan pengiring kampanye, saya akan berusaha menampilkan 3 jenis hiburan, yaitu Stand Up Comedy, Orkes Dangdut Koplo, dan Jathilan. Alasannya ketiga hiburan tadi saya anggap cukup mewakili segala generasi. Stand Up comedy hiburan untuk anak muda, Orkes Dangdut Koplo untuk masyarakat setengah baya, sedangkan Jathilan untuk segala usia. Sehingga dengan 3 jenis hiburan tadi, saya berharap semua masyarakat baik yang tua maupun yang muda bisa terhibur. Hayo, saya kurang mulia apa lagi coba?.

Lalu bicara masalah Dapil, sebagai warga Magelang, tentu saya masuk dapil Jateng VI (Purworejo, Wonosobo, magelang, Temanggung), Namun kalau saya boleh memilih sendiri dapil pemilihan, maka kelihatannya saya akan memilih Dapil Jawa Tengah V (Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta). Soalnya kalau berada di Dapil tersebut, saya bisa bersaing dengan Mbak Angel lelga. Dan berdasarkan kisah-kisah FTV yang sering saya lihat, Persaingan antara laki-laki dan perempuan kerap kali bisa bertumbuh dan berubah menjadi benih-benih cinta diantara keduanya #Tsssaaaah.

Tapi tentu saja itu semua hanya berandai-andai. Karena kelihatannya saya ndak cocok kalo harus jadi Caleg.

Jangankan kok nyaleg untuk merebut simpati ribuan rakyat, lha wong untuk merebut simpati hati satu orang cewek agar bersedia menjadi pacar saja sulitnya minta ampun je. Lagipula, kelihatannya agak wagu kalau sampai ada wakil rakyat yang masih bujangan. Takutnya kalau saya terpilih jadi caleg dalam keadaan bujangan, saya khawatir akan menggunakan jabatan saya untuk memikat para wanita di luar sana. Memangnya anda mau saya jadi Wawan jilid 2? *Eh, wawan itu bujangan ndak sih?

Dan lagipula, kelihatannya kok ndak pantas kalau foto saya ditempel di mana-mana sebagai media kampanye. Coba sampeyan bayangkan, kalau sampai foto muka saya ditempel di tiang listrik. Pasti banyak orang yang lebih mengira itu stiker sedot WC ketimbang stiker media kampanye.

Tapi btw, kalau ndilalah saya benar-baner nyaleg di pemilu selanjutnya, apakah sampeyan bersedia memilih saya?

Tentang Pasang Susuk

| Tuesday, 11 March 2014 |

Sore ini, seperti biasa, saya kedatangan kawan-kawan dari geng koplo. Apalagi kalau bukan untuk tongkrong. Kamar saya memang seakan sudah menjadi tempat kongkow bagi segelintir geng koplo, yah, sekedar untuk ngopi, ngudud atau main karambol dan cerita ngalor-ngidul. Bagi yang punya gadget malah sering menjadikan kamar saya sebagai sarana pengganti warnet, maklum saja, koneksi internet speedy di rumah saya memang saya bagi via wifi, tujuannya agar kalau ada kawan yang mampir dan kebetulan butuh koneksi bisa langsung terhubung dengan internet.

Jadi kalau pembaca kebetulan pengin mampir ke rumah saya, jangan takut kehabisan quota, koneksi internet di rumah saya lancar kok, tapi ya itu, kita tahu sama tahu saja. Saya ndak nolak lho kalau dibawakan oleh-oleh serenteng Torabika Moka. hehehe

Oke, kembali ke bahasan.

Nah, kali ini, saya tak bisa ikut berceloteh dengan kawan-kawan geng koplo, karena saya memang sedang ada kerjaan yang harus segera diselesaikan. Jadinya kawan-kawan saya ngobrol ngalor ngidul dan saya sibuk sendiri di depan komputer sambil sesekali mencuri dengar tentang obrolan mereka.

Semakin lama, obrolan mereka semakin menarik. Saya pun terpaksa menghentikan aktivitas kerjaan saya dan bergabung di obrolan mereka.

Bukan tanpa sebab kenapa saya lebih memilih ikut dalam arus obrolan mereka. Karena ternyata yang mereka obrolkan adalah tentang sesuatu yang bagi saya cukup unik namun tabu: Susuk. ya, mereka berbicara tentang susuk.

Jadi ceritanya, salah seorang kawan geng koplo ini ada yang berencana mau pasang susuk dan malah sudah kadung membeli susuk. Saya pun penasaran dengan susuk ini, Maklum saja, sepanjang saya hidup, saya sama sekali belum pernah melihat penampakan susuk secara langsung, hanya sering mendengar dari penuturan tetangga atau lewat film-film.

Maka dengan sedikit memaksa, saya pun meminta kepada kawan saya untuk memperlihatkan kepada saya bagaimana sih wujud susuk ini.

Kawan saya pun mengiyakan dan akhirnya mengeluarkan sebuah bungkusan plastik kecil (seukuran dengan plastik obat) yang didalamnya berisi sebuah bungkusan kertas.

Susuk tersebut memang sengaja disimpan dalam bungkusan kertas dan dibungkus lagi dengan plastik supaya susuknya tidak jatuh atau hilang, maklum saja, susuknya itu ukurannya sangat kecil, sehingga kalau jatuh susah dicari.

Kawan saya pun kemudian membuka bungkusan kertas itu dengan sangat hati-hati. Sebenarnya saya ingin membuka sendiri bungkusan tersebut, biar ada sedikit sensasi mendebarkan, namun kawan saya menghardik, "Ojo, ben aku wae sing mbukak, ojo kowe, ndak ilang!".

Susuk Emas

Akhirnya setelah bungkusan tersebut dibuka, nampaklah 4 benda kecil berbentuk jarum dengan ukuran yang sangat mini. benda tersebut terbuat dari emas asli. Kata kawan saya, harga satu buahnya seratus ribu, sedangkan biaya pasangnya bervariasi, tergantung pamor si pemasang susuk. Konon ada paranormal yang bisa mematok harga sampai 500 ribu untuk satu susuk. Beberapa bahkan sampai ada yang pasang tarif sampai jutaan sekali pasang.

Susuk ini panjangnya sekitar satu senti lebih sedikit. Potongannya bujal, salah satu ujungnya sangat runcing. bagian ujung yang runcing inilah yang nantinya digunakan sebagai penancap susuk saat pemasangan.

Susuk Emas

Susuk Emas

Saya bertanya pada kawan saya tentang posisi pemasangan susuk ini. Katanya, susuk ini lumrah di pasang di pelipis mata, jidat, bibir, tangan, serta bibir kemaluan.

"Susuk iki khasiat'e opo kas?" tanya saya

"Yo pokoknya sebagai pembuka aura gus!. Jadi intinya setiap apapun yang keluar dari dalam diri kamu itu selalu penuh aura. Misalnya kalau kamu ngomong, orang-orang jadi mudah percaya. Kalau berjualan, jadi mudah laku. Kalau mendekati lawan jenis, maka si lawan jenis akan mudah tertarik. Pokoknya omongan, pandangan, maupun gestur tubuhmu itu jadi lebih mempesona dan penuh wibawa!" Jawab kawan saya.

"Lho tapi pasang susuk itu dosa lho kas! saya pernah baca, katanya hukum pasang susuk itu setara dengan jimat, dan itu dilarang!"

"Halah gus, namanya juga demi kepuasan duniawi... yo mau bagaimana lagi, kan kalau pakai susuk, nanti bisa dapet cewek yang cantik, trus mudah dapat kerja. Jadi nanti kalau cewek cantiknya sudah kita nikahi dan pekerjaan yang mapan sudah didapatkan, baru deh susuknya dilepas, gampang tho? Gitu aja kok repot lho sampeyan!" Jawab kawan saya lempeng seolah tanpa takut dengan ancaman dosa.

Ya mau bagaimana lagi, namanya juga manusia, mudah sekali tergoda. Yang penting saya sudah berusaha mengingatkan, menasehati, serta mendoakan. Semoga kawan-kawan saya yang doyan pasang susuk itu bisa disadarkan.

Saya sendiri alhamdulillah dan ndilalah masih terlindung dari keinginan untuk pasang susuk dan yang sedemikian. Yah, jelek-jelek gini, bagi saya pantang rasanya untuk pasang susuk, lagi kere soalnya, hehehe.

Tapi serius, Alhamdulillah sampai sekarang belum pernah terlintas sama sekali dalam otak saya untuk pasang susuk. Saya percaya kok, tanpa susuk pun kelak pasti ada cewek yang mau sama saya (kalau yang ini saya agak kurang yakin). Kalau mentok tak ada cewek yang nyantol,cowok juga ndak apa lah, cinta kan ndak mengenal gender, yang penting kasih sayang. hehehe #Ndiasmu. Iki mung guyon lho dab

Yang pasti sih jangan pernah terlewat berdoa kepada Alloh semoga diberikan jodoh yang baik dengan cara yang baik, dan sukur-sukur kalau bisa digauli dengan baik, maksudnya dinikahi mas mbak. Manusia kan hanya bsia berusaha dan berdoa, Alloh yang menentukan. Ya ndak?

"Eh gus, kamu kan belum pernah punya pacar tho? apa mau coba pasang susuk? siapa tahu kalau pasang susuk, nanti cewek-cewek pada ngrubung kaya laler!" kata kawan saya.

"Walah kas, aku ra butuh susuk, ngeri, abot sanggane!" jawab saya singkat

Namun entah mengapa, mendadak saya iseng bertanya tak serius

"Memangnya, kalau saya pasang susuk, cocoknya dipasang di mana?

"Susuk itu cocoknya dipasang di bagian tubuh yang paling mengundang aura, nah, kalau melihat topografi daya tarik wajahmu, kelihatannya susuknya cocok kalo dipasang di gigimu gus! wkwkwk" Jawab kawan saya mengejek sambil tertawa terkekeh-kekeh

"Assssssuuuuuuu!" umpat saya pelan namun khusyuk

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger