Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Sebuah Pertimbangan Menamai Nomor Kontak Pasangan

| Monday 23 August 2021 |

percakapan agus mulyadi - kalis mardiasih

Tadi sore, Kalis membagikan di Twitter tangkapan layar saat dirinya ngechat meminta tebak-tebakan kepada saya. Banyak yang berkomentar di kolom komentar twit tersebut menanyakan kenapa Kalis menyimpan nomor saya di hapenya dengan nama lengkap “Agus Mulyadi”, alih-alih panggilan mesra seperti “Sayang”, “Suamiku”, atau “Bebeb”, misalnya.

Ini terjadi juga pada saya saat dulu ada yang menanyakan kenapa saya menyimpan nomor Kalis dengan nama lengkapnya “Kalis Mardiasih”, bukannya “Istri tercinta”, “Belahan jiwa”, atau malah “Kapolda Ngaglik” seperti yang dilakukan oleh kawan saya di Mojok, Ahmad Khadafi, kepada istrinya.

Bukan apa-apa, ini bukan soal saya dan istri saya tidak romantis atau mesra. Ini murni persoalan bisnis dan harga diri.

Saya dan Kalis sering diundang untuk menjadi pemateri atau pengisi diskusi atau kelas menulis. Nah, ada masanya ketika panitia yang ingin mengundang Kalis, ternyata tidak tahu nomor Kalis, mereka justru tahunya nomor saya. Maka, mereka mengirimkan pesan ke saya untuk izin meminta nomor Kalis. Begitu pula sebaliknya.

Maka, bayangkan, kalau suatu saat, lembaga pers mahasiswa, entitas bisnis, atau lembaga pemerintah, ingin mengundang Kalis sebagai pembicara dan mereka meminta nomornya melalui saya. Lalu saat saya meng-attach nomor kontak Kalis melalui WhatsApp, ternyata keterangan penyimpanan kontak itu terbaca dengan nama “Kalis Chayangkuuuwh”. Mau ditaruh di mana muka saya?

Ingat, kemesraan mudah didapat. Saya cukup mendatangi Kalis, memeluknya, mengecup kening dan bibirnya, lalu membisikinya “Kalis, i love you, more each day, i’m so lucky to have you”. Selesai. Tapi soal rusaknya harga diri, ia seperti paku yang sudah menancap di batang kayu. Bisa dicabut, tapi tetap akan meninggalkan bekas.

Saya jadi ingat dengan seorang kawan yang mentransfer uang kepada istrinya dan iseng mencantumkan keterangan “Ongkos digoyang semalam” dalam berita transfernya.

Semuanya tampak keren dan menyenangkan, sampai kemudian, seminggu berselang, ia ternyata butuh mengajukan kredit di koperasi perusahaan tempat ia bekerja. Dan dasar apes, ternyata salah satu syarat yang diminta koperasi adalah print rekening koran transaksi dua bulan terakhir.

Modiar, modiar, koweee.




Sawer blog ini

10 comments :

  1. Saya punya teman gaptek. Istrinya pencemburu berat. Yang ngeset password Gmail dan semua aplikasi, serta kunci ponsel, ya si istri.

    Suatu hari teman saya bingung. Setiap ada telepon dari perempuan untuk urusan bisnis maka nama peneleponnya sama: Tikus. Sang nyonya telah mengganti nama-nama perempuan yang tidak dia sukai.

    ReplyDelete
  2. Edyaaannn.... ga nyangka blogmu masih aktif mas

    ReplyDelete
  3. ongkos digoyang semalam.... itu asli ngakak... wkwkwkwk

    ReplyDelete
  4. Ngakak bacanya Mas. Good point. Aku langsung memastikan namaku di save dengan benar di Hp anggota keluarga.

    ReplyDelete
  5. Njenengan aweh nami sinten mas kangge bojo?

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger