Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Cincin Pernikahan

| Sunday 11 December 2022 |

Hari ini, tepat tiga tahun lalu, saya menikahi Kalis Mardiasih. Tentu tiga tahun merupakan durasi yang tanggung. Belum terlalu panjang, tapi sudah sangat cukup untuk membuka sifat-sifat asli kami berdua.

Saya tidak pernah meragukan kualitas cinta saya kepada Kalis, dan begitu pula sebaliknya. Kami sudah menjalani hari-hari berdua, dengan segala kesemrawutan, keindahan, keromantisan, kecurigaan, keputusasaan, kebencian, kerinduan, dan aneka bumbu-bumbu pernikahan lainnya. Dan itu makin menguatkan kami.

Kalis, dengan pemakluman yang nyaris sukar dinalar, seakan selalu bisa menerima saya dengan segala kekurangan yang saya miliki. Hal yang sebenarnya membuat saya merasa sangat terharu sekaligus masygul, apalagi kalau mengingat bagaimana saya merasa tidak memberikan penghargaan atas cinta kepadanya dengan cara yang layak.

Saya, misalnya, menembak Kalis di atas motor Honda Beat butut saat kami melaju berboncengan di jalan Kaliurang. Lokasi yang sebetulnya lebih berpotensi dikenal sebagai TKP klithih alih-alih jalanan yang romantis untuk mengungkapkan perasaan.

Saat melamar Kalis, saya lupa memakai sepatu sehingga saya datang ke rumah Kalis dengan masih memakai sandal jepit Swallow. Seserahan yang saya bawa juga dibungkus kardus-kardus Indomie, bukan kotak kemasan yang estetik. Hal yang sejujurnya membuat saya dan keluarga sepintas lalu tampak seperti rombongan pemudik antar provinsi.

Yang lebih saya ingat, cincin lamaran kami adalah cincin imitasi yang yang saya beli ala kadarnya di toko perhiasan tanpa mengukur jari kami berdua. Jadilah cincin itu hanya menjadi cincin formalitas belaka dan harus dilepas saat dipakai sebab ukurannya logro alias longgar, baik di jari saya, maupun jari Kalis. Setelah menikah, kami juga tidak memakai cincin.

Dosa yang lebih besar adalah saat ijab kabul, saya lupa tidak menghias uang mahar saya. Ehm lebih tepatnya, memang belum punya kesadaran untuk menghias uang mahar. Ketika ditanya oleh penghulu, mana uang maharnya? Dengan bodohnya, saya keluarkan begitu saja uang mahar itu dari saku, lembaran-lembaran uang kertas yang kucel itu saya tata seperti seorang kondektur bis yang menata uang iuran ongkos dari penumpang. “Ini, Pak,” ujar saya menunjukkan uang itu pada penghulu. Totalnya 625 ribu.

Tentu saja kebodohan itu tidak mengurangi rasa sayang Kalis pada saya. Walau belakangan saya tahu, ia dongkol juga. Ia pernah mempertanyakan alasan saya tidak mem-pigura atau menghias uang mahar pernikahan kami seperti selayaknya pasangan wajar pada umumnya.

Untung saja saya punya jawaban yang taktis dan mampu meredam tegangnya pertanyaan itu: “Kalis, Duit kucel kuwi malah lebih terasa kebermanfaatannya. Tak terhitung berapa tangan pekerja keras dan kotak infak yang sempat ia singgahi sebelum akhirnya jatuh ke tanganmu. Lagipula, uang maharnya nggak bakal bisa dihias cantik, sebab cantiknya sudah diambil semua oleh mempelai perempuan.”

Maka, keputusan saya untuk mengajak Kalis membeli cincin pernikahan di ulang tahun pernikahan kami yang ketiga, tentu saja adalah keputusan konyol, namun saya merasa, itu bisa menjadi selemah-lemahnya iman untuk membuktikan, bahwa saya punya semangat untuk menghadirkan penghargaan yang layak atas cinta Kalis kepada saya.

kalis mardiasih

Saya bahagia melihat Kalis tampak sumringah saat memilih cincin untuknya. Hal sederhana yang harusnya bisa saya usahakan sejak lama.

Ini perasaan yang ganjil. Kami berdua akhirnya punya sepasang cincin perak yang indah dan punya ukuran pas. Memang bukan cincin berlian yang harganya ratusan juta (Saya adalah Agus Mulyadi, bukan Erick Thohir atau Kylian Mbappe), namun setidaknya, saya berharap, semoga sepasang cincin perak ini bisa menjadi semacam pelengkap yang luwes untuk pernikahan kami.

Terima kasih, Kalis. Atas cinta dan ketabahanmu selama tiga tahun ini. Saranku satu: Pertahankan!




Sawer blog ini

0 komentar :

Post a Comment

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger