Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Pengasuhan Agraris

| Thursday, 23 January 2025 |

Agenda rutin saya nyaris setiap sore adalah membawa Raras berkeliling kampung naik sepeda, menjelajahi jalanan di pinggir sawah, lalu mencari spot yang sekiranya bisa dicibloni. Raras suka “kekeceh” dan ia sangat senang tiap kali saya bawa ke sungai kecil atau jalur aliran air di samping pematang sawah yang airnya tampak jernih.

raras ugahari

raras ugahari

Dulu saat masih kecil, saya jarang sekali diajak berwisata ke luar kota seperti teman-teman saya sebaya. Orang tua saya miskin, lumrah belaka jika urusan wisata menjadi tidak terlalu penting untuk dipikirkan.

Namun, saya akan selalu mengingat bapak saya yang sering membawa saya ke taman Panca Arga di tengah kompleks perumahan akademi militer di seberang kampung, dengan berjalan kaki.

Bapak sering memunji atau menggendong saya di leher. Kalau lehernya sudah mulai lelah, ia akan menurunkan saya, lalu menggandeng tangan saya dengan jenis gandengan yang khas: ia sodorkan jari telunjuknya, lalu saya akan menggenggamnya dengan lima jari saya.

Di taman Panca Arga itu, bapak selalu antusias menunjukkan kepada saya cara memutar moncong tank Amphibi PT-76 bekas buatan Soviet yang dipajang di sana. Bapak saya melakukannya nyaris setiap minggu, sebab itulah aktivitas “berwisata” yang murah dan masuk akal bagi kondisi keuangannya.

Itu menjadi pengalaman yang sederhana dan monoton, tapi saya mengenangnya sebagai pengalaman masa kecil yang indah dan sentimentil.

Mungkin perasaan sentimentil jenis itu yang sedang ingin saya bangun untuk Raras. Puji Tuhan, saya dan Kalis saat ini diberi keberuntungan lebih sehingga tidak menjadi orang tua yang melarat seperti bapak dan ibu saya dulu. Saya dan Kalis punya cukup uang untuk mengajak Raras pergi ke tempat-tempat wisata yang bagus, setidaknya yang masih berada di Jogja, dan kami sudah cukup sering melakukannya.

Namun, sejujurnya, saya lebih ingin Raras mengenang saya sebagai bapak yang sering mengajaknya berkeliling naik sepeda, lalu mengampirkannya ke sungai-sungai kecil berair jernih, dan membiarkannya bermain air sampai separuh pakaiannya kuyup.

Saya ingin Raras mengenang saya sebagai bapak yang selalu ingin bisa membahagiakan anaknya dengan cara yang sederhana, penuh kasih, serta dibalut oleh romantisme negeri agraris.


Sawer blog ini

0 komentar :

Post a Comment

Tentang Saya

Agus Mulyadi, seorang blogger, penulis, dan digital storyteller. Lahir di Magelang, 3 Agustus 1991. Sering menulis artikel ringan tentang politik, sosial, isu-isu populer di media sosial, serta catatan reflektif tentang kehidupan sehari-hari utamanya yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, kawan, dan keluarga.

Pernah bekerja sebagai pemimpin redaksi di Mojok.co, sebuah media opini alternatif berbasis di Jogja. Sekarang menjadi manajer di Akal Buku, sebuah toko buku online sederhana yang saya jalankan bersama istri saya.
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger