Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Diskualifikasi dan Patah Hati

| Saturday, 15 February 2025 |

Hari ini, kesedihan itu hadir serupa palu godam yang menghantam tanpa aba-aba. Siang tadi, hasil sidang komdis PSSI Jateng akhirnya diumumkan, dan PPSM Magelang resmi didiskualifikasi dari Liga 4.

ppsm magelang didiskualifikasi

Ya, ulah segerombol penonton purba yang melompat pagar dan masuk ke lapangan lalu menimbulkan kerusuhan itu pada akhirnya menutup perjalanan singkat PPSM musim ini yang seharusnya penuh dengan optimisme yang menguat.

Ini bukan yang pertama kali sebenarnya. Musim sebelumnya, PPSM juga mendapatkan hukuman yang sama, juga karena pelanggaran yang sama. Saya seharusnya tidak perlu kaget dan tidak perlu sedih. Toh ya sudah pernah. Tapi ternyata saya tak bisa. Kali ini, kesedihan itu mengepung lebih rapat.

Hati saya digelayuti kemarahan, getun, muak, serta berbagai perasaan menjengkelkan lainnya.

Ini tahun pertama saya agak “terlibat” di PPSM Magelang setelah belasan tahun lamanya hanya menjadi suporter biasa. Tidak lebih. Ini momentum di mana saya ingin mendukung PPSM lebih banyak daripada yang sudah-sudah.

Di musim ini, saya memutuskan untuk ikut menjadi sponsor untuk tim junior, banyak dilibatkan dalam proses diskusi pembuatan jersey, juga ikut serta membuat konten-konten sejarah dan trivia PPSM untuk akun media sosial mereka.

“Tahun ngarep melu ngrewangi PPSM yo, Mas,” kata kawan saya, sebut saja BT, sekitar pertengahan tahun lalu. BT, yang sudah beberapa tahun terakhir ikut di kepengurusan PPSM mengatakan bahwa dirinya optimis musim ini akan menjadi musim yang baik bagi PPSM.

Saya selalu senang ada orang yang punya gairah dan optimisme yang tinggi pada tim sepakbola lokal Magelang. BT menunjukkan gairah itu. Dan saya tak tega menolaknya.



“Yo, tapi tipis-tipis wae, yo.” Jawab saya singkat saat itu.

Bagi saya, mendukung PPSM akan selalu menjadi romantisme tersendiri. Ia tim sepakbola yang membersamai masa kecil saya. Ia bukan tim yang bagus, kabinet pialanya nyaris kosong, tapi saya mencintainya sebagai bagian dari perjalanan hidup saya.

“Pak, aku mau nulis soal Kurniawan dari perspektif alumni SMP 7, iso lebokke dadi konten ngge akun PPSM ra?” Tulis saya suatu ketika kepada BT melalui pesan WhatsApp.

“Wah, jelas iso banget, Mas. Suwun tenan yo. Aku hubungi desainerku sekarang juga.” Balasnya.

Saat itu, akun media sosial PPSM memang sepi dan tidak banyak mengunggah postingan. Ketidakbecusan federasi dalam membangun kompetisi membuat banyak tim lokal hanya bertanding tidak lebih dari 10 kali selama satu musim, itu pun hanya berlangsung 1-2 bulan. Tak heran jika banyak akun media sosial tim-tim lokal itu menjadi tak terawat dan hanya berisi postingan ucapan selamat hari-hari besar.

“Kalau akun media sosial kita bagus, semoga bisa jadi daya tawar buat menarik sponsor, Mas,” kata BT.

Saya paham betul bagaimana semangat BT dan kawan-kawan lain di PPSM dalam mencari sponsor. Mereka pontang-panting menawarkan proposal kepada siapa saja yang berminat. Jelas itu bukan hal yang mudah.

“Asumsi Insya Allah masuk, Mas,” BT mengirimi saya pesan chat. Singkat, tapi membahagiakan.

Bertahun-tahun lamanya PPSM nyaris tidak pernah mendapatkan sponsor dari unit bisnis di luar Magelang, dan musim ini, kesempatan yang langka itu akhirnya benar-benar terwujud.

Waktu berjalan hangat. Asumsi resmi menjadi sponsor. Beberapa unit usaha di Magelang seperti Sakopi dan Starmarket juga tertarik menjadi supporting partner.

“Sido main tenan iki, Pak!”

Optimisme itu benar-benar tumbuh. Jersey PPSM baik versi junior maupun senior banyak diminati pasar dan mendapat tanggapan yang positif dari khalayak.

Kemenangan di pertandingan pertama melawan PSIR Rembang makin menguatkan optimisme itu. Penjualan tiket kandang yang sempat kami khawatirkan karena harganya lebih mahal dari musim sebelumnya ternyata juga mencatatkan angka yang baik.

Keinginan saya untuk mendukung tim ini terasa makin besar. Saya menolak dibayar untuk ikut menulis konten buat PPSM Magelang. VIP pass yang saya dapat juga tidak pernah saya gunakan, saya memilih untuk membeli tiket dengan uang sendiri. Saya juga mencoba untuk rutin membuat konten video menonton PPSM agar banyak orang tertarik menonton di stadion. Itu semua saya niatkan sebagai bagian dari dukungan untuk tim kecil dan sederhana tapi penuh kenangan ini.

Singkatnya, saya dan kawan-kawan yakin musim ini akan menjadi musim yang menyenangkan. Dan keyakinan itu tampaknya tidak akan berakhir menjadi sekadar desas-desus saat PPSM akhirnya lolos ke babak 8 besar zona Jawa Tengah. Kesuksesan yang cukup membuat kami agak bisa prengas-prenges.

Namun, pada akhirnya, pesta yang sesaat dan belum sempat diteruskan itu ternyata harus tandas lebih cepat.

Keseriusan kawan-kawan di PPSM ternyata tidak diimbangi dengan kedewasaan suporternya. Klub ini, harus diakui, selain masih kacau dan terseok-seok, juga punya PR besar untuk mendisiplinkan suporternya agar lebih waras dan dewasa.

Banyak tim gagal karena pemainnya kalah dari lawannya di lapangan. Sedangkan PPSM, tampaknya ditakdirkan gagal karena kalah oleh suporternya sendiri.

PPSM gagal melaju lebih jauh musim ini, gagal mewujudkan stadion yang tidak membuat orang tua khawatir mengajak anak-anaknya menonton di atas tribun, dan yang pasti, gagal untuk membangun citra baik sebagai tim sepakbola.

Hari ini, saya masih tidak bisa menyembunyikan perasaan. Saya sedih, dan ingin mengumpat sekeras-kerasnya, kepada mereka yang tak bisa mengontrol emosinya, menjadi goblok, masuk lapangan, lalu mengubur mimpi yang terpahat di banyak kepala.

Sekali lagi, saya ingin mengumpat sekeras-kerasnya.

Kalian bajingan tengik. Tidak lebih, tidak kurang!


Sawer blog ini

0 komentar :

Post a Comment

Tentang Saya

Agus Mulyadi, seorang blogger, penulis, dan digital storyteller. Lahir di Magelang, 3 Agustus 1991. Sering menulis artikel ringan tentang politik, sosial, isu-isu populer di media sosial, serta catatan reflektif tentang kehidupan sehari-hari utamanya yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, kawan, dan keluarga.

Pernah bekerja sebagai pemimpin redaksi di Mojok.co, sebuah media opini alternatif berbasis di Jogja. Sekarang menjadi manajer di Akal Buku, sebuah toko buku online sederhana yang saya jalankan bersama istri saya.
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger