Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Pembunuh Angeline Adalah Kita

| Sunday 14 June 2015 |



Saya menjalani masa-masa kecil yang teramat sangat indah. Masa-masa hangat dalam belaian kasih sayang orang tua dan lingkungan yang sedemikian ramah pada saya.

Menonton serial Jiban dan Sailormoon di pagi hari sambil ngemil astor dan kacang telor, beradu kelereng dengan kawan-kawan sebaya (walau lebih banyak kalahnya ketimbang menangnya), berlagak mabuk sambil menenggak minuman (padahal yang ditenggak cuma orson bening), ikut berkumpul dengan ibu-ibu arisan sambil berdiri dan menyanyikan Mars PKK, atau berteriak “montor mabur aku njaluk duite!” dengan penuh kegirangan saat ada pesawat terbang melaju rendah di atas rumah.

Sungguh sebuah kebahagiaan masa kecil yang amat-sangat indah. Kebahagiaan masa kecil yang cukup berwarna untuk mengantarkan saya tumbuh menjadi dewasa dan kemudian mengenalkan saya pada kebahagiaan lain yang bernama jatuh cinta.

Namun ternyata, setelah dewasa, barulah saya menyadari, bahwa ternyata, tidak semua anak punya masa kecil yang seindah masa kecil saya.

Dan Angeline adalah segelintir dari bagian antitesa tersebut.

Betapa tidak, Di usia yang masih sangat merah, ia harus lepas dari asuhan orang tua kandungnya hanya karena masalah biaya persalinan. Ia kemudian hidup dalam lingkungan yang asing dan psikopat. Dipaksa bekerja memberi makan ayam, tidak dirawat dengan baik, diperlakukan tidak senonoh, hingga klimaksnya, ia dibunuh dengan sangat kejam di usia yang baru delapan tahun (dan sialnya, tersangka pembunuh Angeline ternyata punya nama yang sama dengan saya, Agus)

Maka, siapapun pasti akan sangat teriris hatinya kala mengetahui gadis mungil nan cantik ini harus tumbang tak berdaya, tewas di dalam lingkungan yang sepatutnya menjadi lingkaran hangat keluarga.

Miris. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng teraman bagi seorang anak ternyata justru menjadi medan pertempuran yang paling sengit dan dipenuhi oleh pembunuh-pembunuh beringas yang siap kapan saja menhunuskan pedangnya, Tanpa rasa ampun, tanpa hati nurani.

Oooo, Tidak… tidak, saya tidak akan menghujat si pembunuh Angeline dengan kata Asu ataupun Bajingan, karena saya sadar, kata Asu dan Bajingan masih terlalu mulia untuk seorang pembunuh gadis kecil yang tak berdosa. Lagian, tidak puas rasanya kalau si pembunuh hanya dihujat, lebih dari itu, ia harusnya disiksa.

Andai dunia ini adalah drama silat klasik, dan saya lah yang jadi pendekarnya, tentu ingin sekali saya turun tangan menyiksa si pembunuh Angeline, menyayatnya dengan pedang naga puspa, dan kemudian meneteskan air perasan jeruk nipis di setiap luka di kulitnya, agar ia mendapatkan luka yang seperih-perihnya. Semata hanya untuk membalaskan dendam Angeline. Tapi agaknya itu tak mungkin, karena saya percaya, gadis manis sekecil dan sepolos Angeline, pasti tak pernah punya dendam.

Lagipula, saya sadar. Agus hanyalah eksekutor, sedangkan pelaku pembunuhan terhadap Angeline yang asli sejatinya adalah kita. Ya, kita. Kita yang kurang peka dan selalu bersikap terlalu biasa pada tindak kekerasan pada anak. Kita yang mendaku sebagai bagian dari Indonesia, negara yang katanya kaya raya, tapi untuk menjamin biaya persalinan para wanita-nya pun tak berdaya.

Ya, Pembunuh Angeline adalah Kita. Sekali lagi, Pembunuh Angeline adalah Kita.

Selamat jalan dek Angeline, selamat Jalan. Agaknya langit memang menjadi taman bermain terbaik untuk dirimu (semoga di langit ada prosotan dan jungkat-jungkit). Kami semua berharap, semoga pelukan manis dari Tuhan senantiasa menghangatkan hari-harimu di sana. Oh ya, Titip salam untuk Bung Karno di sana ya dek, bilang sama beliau, Biaya persalinan di Indonesia sekarang mahal.

Terbit pertama kali di Mojok.co




Sawer blog ini

10 comments :

  1. Semoga pemimpin yang diamanahi untuk mengelola negara dibukakan hati mereka. Selamatkan ibu dan anak Indonesia!

    ReplyDelete
  2. iy mas agus,,sm sprt sampean...masa kecil sy bahagia...sy msh ingt suka duduk di punggung ayah sy. ayah sy jd kambingnya sy jd penggembalanya (skarang udh g bs udh tua soalnya)...ortu yg g prnh melakukan kekerasn...yg sll mendoakan sy..duh knp sy jd inget ortu (tak terasa smbl ngetik mo nangis...tp lg puasa..tkt batal)...intinya cobalh untk lbh prhatian trhdp lingkngan msing2. jngn smp trjadi lg kasus2 sprt angeline.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak dari kita memang puny masa kecil yang membahagiakan mbak... yah, semoga saja anak-anak sekarang bisa punya masa kecil yang sama-sama membahagiakan seperti kita...

      Delete
  3. Gus...njenengan emang top...
    Marilah bersama doakan smoga arwah dek angeline bisa bertemu dg Bung Karno...
    Kulo salut kalian pola pikir njenengan...
    Doakanlah yang baik supaya maki baikdan dokan yg buruk supaya bisa menjadi lebih baik.
    Bukankah kita ditakdirkan untuk memaafkan???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Monggo mas, semoga tidak ada lagi kasus Angeline-angeline yang berikutnya...

      Delete
  4. Betul mas Agus, selama ini kita kurang peka terhadap kondisi lingkungan anak, dan tidak jarang sbg orang tua jg kurang perhatian masalah yg dihadapi anaknya, mereka terlalu sibuk dgn urusan cari duit tp masalah pendidkan anak, kesehatan, keamanan lingkungan malah jauh dari perhatian.

    ReplyDelete
  5. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua dan sbg orang tua jangan mudah-mudah utk menitipkan anaknya ke orang lain.

    ReplyDelete
  6. iya mas, biar semua mata orang terbuka untuk selalu care sama anak - anaknya

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger